Rigpa Ditinggal
Hari itu, Ibunya Rigpa ingin beryoga ria dan seperti kebanyakan anak yang secara emosional dekat dengan ibunya, pasti juga ia ingin dekat secara fisik.
Rigpa tidak menginginkan ibunya pergi, ia ingin ikut bersama ibunya, namun dengan berbagai pertimbangan kami memutuskan bahwa Ibunya pergi sendiri.
Tentu ada berbagai cara untuk membuat anak tidak melihat kepergian ibunya, dengan membuatnya sibuk atau mengajak mandi misalnya namun sejak awal kami menjalani rumah tangga, cara-cara seperti itu tidak kami pilih.
Saya dan Rigpa mengantarkan Kartika pergi, dan bisa diramal bahwa Rigpa akan menjerit, meronta dan meraung dengan cucuran air mata bak keran air.
Setelah 15 menit, masih di jalan sempit yang diapit sawah tempat kami berpisah tangisan juga air mata tidak terputus.
Pak Made pemilik rumah dimana kami menyewa datang dengan tergopoh-gopoh "Ada apa ini?", belum sempat saya menjawab, dengan tangan seperti hendak menggendong ia berkata "Yuk sama bapak lihat bebek disana".
Sekilas memang seperti inilah seharusnya kehidupan dijalankan, kalau sakit yang diobatin segera, kalau nangis ya ditenangkan, kalau marah diademkan, kalau sedih ya dihibur jawabannya.
Bagaimana menenangkan anak versi sebagian besar orangtua?
Diberi permen, coklat atau makanan yang enak, diajak melihat sesuatu yang membuat pikirannya sibuk, diberi gadget, ditontonkan tv atau sejenisnya.
Sepertinya tujuan utamanya adalah supaya nangisnya berhenti, namun kalau kita telusuri lebih dalam semua bentuk perlakuan orangtua tua itu adalah bukan untuk kepentingan anak melainkan kepentingan dirinya sendiri.
Kita semua tidak pernah bermasalah dengan apapun dan siapapun diluar diri kita, kita menenangkan anak yang sedang menjerit karena kita ingin menghilagkan rasa gegana (gelisah galau dan merana) dalam diri kita sendiri.
Yang meradang didalam namun yang dibereskan diluar, yang terbakar didalam tapi yang disiram yang diluar.
Artinya apapun yang kita lakukan diluar sejatinya adalah apa yang kita lakukan didalam.
Dengan kata lain, bila orangtua terbiasa meng alihkan ketidaknyamanan anak pada sesuatu yang lainnya, artinya ia juga sedang berusaha mengalihkan rasa tidak nyaman yang berkecamuk dalam dirinya.
Begitupula dengan sikap yang lain, ketika kita ingin mengatur segalanya diluar , sebenarnya kita ingin mengatur yang ada didalam, kita mengontrol diluar karena kita ingin mengontrol rasa yang didalam.
Sadari tugas pertama kita adalah memadamkan kebakaran yang ada didalam.
Anak terlahir adalah sebagai Guru besar bagi orangtuanya. Ia tidak hanya terhubung secara fisik dan emosional, namun juga pada tingkatan yang lebih dalam, sehingga apapun prilaku anak Anda semuanya adalah cermin dari tingkat energi terdalam dari diri Anda sebagai orangtuanya.
Bukannya kita mendidik, namun anak-anaklah yang menuntun orangtuanya untuk mendapatkan kesadaran yang baru.
Namun perhatikanlah apa yang biasanya terjadi? kita mengabaikan emosi-emosi yang terpancing lewat tingkah laku anak yang selayaknya dibereskan tapi Malah sebaliknya dengan segera kita mengalihkannya, memarahinya.
Dan sebaliknya kita sibuk menyenagkan anak dengan hadiah, merayakan ulang tahun atau menuruti semua keinginannya.
Menyenangkan anak sangatlah tidak penting, karena ia hadir dengan kebahagiaan yang lebih dari kita.
Kita mencekokin cara kita bahagia yang penuh syarat dan kalkulasi pada anak yang penuh kemurnian.
Sebaliknya kitalah yang perlu belajar darinya, pada kepolosannya, pada kemampuannya melihat tanpa menghakimi dan jutaan hal lainnya.
Proses bertemu dan pergi adalah proses yang paling alamiah, seperti matahari yang datang dan pergi, juga kesedihan dan kesenangan yang muncul dan lenyap.
Begitupulah raungan anak yang akan terganti oleh tawa yang renyah setelah beberapa saat.
Menerima anak yang menangis sama halnya kita sedang menerima ketidaknyamanan yang ada didalam.
Tatkala kita sudah mampu menerima kesedihan, bukan serta merta kesedihan larut dan menghilang, mungkin sekali kesedihan masih ada, namun ia tidak membuat kita menderita.
"Nak inilah kehidupan, kemarin papa pergi sekarang papa ada disini, baru saja Mommy pergi sebentar juga Mommy akan datang. Kemarin Rigpa senang, saat ini terganti oleh kesedihan, inilah kehidupan semuanya hadir dan pergi. rangkulah ketidaknyamananmu, peluklah sedihmu Nak"
Itulah nasehat yang saya ucapkan waktu itu, memang kelihatannya untuk Rigpa, padahal lagi-lagi nasehat tersebut paling pas untuk orang yang mengatakannya.