Akhir-akhir ini saya sering meminta seseorang atau kelompok peserta seminar untuk menutup mata dan membayangkan orang yang paling dicintainya.

Sekarang pun sewaktu membaca status ini Saya berharap Anda juga ikut mencobanya.

Bila sudah, muncul orang tersebut, katakan padanya "Aku lebih memilih bahagia daripada kamu"

Chek perasaan Anda?

Apakah ada perasaan tidak nyaman, atau anda merasa sangat egois, mau enak sendiri?

Ya dunia (baca: lingkungan) telah berhasil dengan sempurna 'membuat' kita memberi syarat pada kebahagiaan.

"Saya akan bahagia bila ia yg kucintai juga bahagia", itulah pernyataan ideal nan populer tapi siapa yang melakukannya?

Lihatlah berbagai konflik di kehidupan ortu dan anak, suami-istri dan hubungan sejenisnya.

Mereka para ortu ingin anaknya bahagia sesuai versinya, begitupula seseorang dengan pasangannya.

Kita sudah mempunyai begitu banyak syarat bahagia lalu syarat itu kita paksakan pada orang-orang disekitar kita yang kita akui sebagai orang yang kita cintai.

Kita kembali ke visualisasi diatas

"Bagaimana kalau di balik?", saya sering tanyakan hal ini selanjunya.

Apakah Anda juga mengharapkan orang yang mencintai Anda memilih diri Anda daripada kebahagiaannya?

Banyak yang menjawab "Ya"
Dan itu artinya memang kita egois.

Dan apa itu cinta?

Mohon maaf sekali saya harus berterus terang disini bahwa apa yang sering dikatakan 'Cinta' di kehidupan masyarakat bukanlah Cinta, bahkan 180 derajat terbalik dengan Cinta itu sendiri.

Kita semua mempunyai sosok pasangan dan anak ideal dalam diri kita.

Misalkan, Seorang pemuda bertemu dengan wanita yang mirip seperti yang selama ini dibayangkan, dalam sekejab 'Cinta' meluber.

Setelah sejumlah pdkt ia menemukan beberapa kebiasaan wanita yang ia anggap ia cintai ini berbeda dengan harapan atau bayangannya.
Pelahan cinta luntur atau bahkan hilang.

Pertanyaannya, apakah kita mencintai orang lain atau kita mencintai pikiran kita sendiri?

Selama kita belum menyadari hal ini selama itu pula kita terombang ambing dengan 'Cinta' dari luar.

Bagi saya seseorang dikatakan dewasa bukan hanya ia bisa mencari uang dan mampu menghidupi dirinya sendiri tapi juga tidak tergantung secara emosional dengan apapun dan siapapun.

Betul manusia adalah makhluk sosial yang saling tergantung satu dengan lainnya, namun ketergantungan ini hendaklah secara fisik bukan mental.

Contoh, Saya tergantung dengan penjual nasi dan dan penjual itu tergantung pada pelanggannya, namun bila ia melayani saya tanpa senyum dan saya terganggu maka saya perlu memeriksa syarat kebahagiaan saya.

Dengan kata lain tanpa sadar saya telah memasok program pada diri bahwa saya akan bahagia bila ia melayani saya dengan tersenyum.

Sadarilah Kita semua lahir dengan bahagia namun sudah terlalu banyak menelan program ketidakbahagiaan, untuk itu perlu dan mendesak sekali kita semua untuk mereformasi program-program yg selama ini berjalan dengan otomatis dalam bawah sadar ini.

Anda boleh setuju atau menentang tulisan ini tapi bila anda tidak setuju pastikan Anda tetap bahagia.