Candi Pendem dan Asu
Tanggal 27 januari kemarin saya mendapat keistimewaan berkunjung ke tiga Candi.
Semuanya diluar dari jadwal apalagi rencana.
Pertama ke candi Pendem, mendengar namanya saya langsung menebak candi ini pasti terpendam dibawah tanah.
Ternyata keliru, candi ini muncul di permukaan walau kondisinya sudah tidak utuh lagi.
Bila diibaratkan manusia yang berdiri, Candi Pendem yang utuh adalah dari bagian kaki sampai pinggul.
Masih penasaran dengan namanya saya mencoba menaiki anak tangganya.
Cukup terkejut, karena di bagian paling tengah dari candi terdapat lubang menganga.
Lubang ini dilihat dari bentuk dan kerapihannya bisa dipastikan sengaja dibuat, dan didalamnya tidak terdapat apa, apa.
Setelah melakukan meditasi dalam bentuk Tai Chi, saya dan beberapa teman diantar ke lokasi candi lainnya yang tidak jauh dari candi Pendem, namanya Candi Asu.
Setiap orang Jawa pasti tahu apa arti kata Asu.
Saya Sudah membayangkan bahwa ada patung atau paling tidak relief anjing disana, namun lagi-lagi saya salah.
Didorong penasaran, saya bertanya pada penduduk sekitar, bahwa kata Asu bukan berarti anjing, bahkan juga bukan artinya Asuh.
Asu disini adalah asoh atau ngasoh yang artinya istirahat.
Dan serupa dengan candi sebelumnya, candi Asu juga mempunyai lubang dipusatnya.
Dalam perenungan pada perjalanan kembali ada suara sangat keras di dalam yang mengingatkan bahwa bukan kemarahan atau kesenangann yang perlu dipendam melainkan keheningan.
Kesedihan datang dan pergi begitu pula kemarahan, semuanya tidak permanen.
Hari ini pikiran kita sudah terlalu sibu dan lelah, terlalu banyak rencana, terlalu banyak kenangan, semua perabot itu telah menyesakkan hati kita.
Dan kedua candi Hindu yang dibangun diabad ke 9 ini seolah ingin mengatakan pada kita untuk masuk ke dalam, menyediakan ruang untuk beristirahat.
Seperti yang sering disampaikan oleh Guru Gede Prama "Meditation is to take a rest in the present moment"
Meditasi adalah beristirahat di sini dan saat ini.
Borobudur adalah candi ketiga.
Diawal memasuki candi, kesan kaku terasa sekali, sudut-sudut tajam bagaikan simbol pemisah antara benar dan salah, baik dan buruk.
Gambar relief dari semua hal yang dilarang sampai perjalanan kehidupan Buddha parinibana melekat di batu dengan kuatnya.
Naik lebih tinggi kita akan melihat bukan hanya relief yang menghilang namun juga sudut pun menguap.
Disini penghakiman sudah luntur, sementara cerita dan sejarah tidak penting.
Stupa yang berlubang dengan patung Buddha yang bermeditasi dialamnya seolah berbicara bahwa kita sedang memasuki wilayah setengah rahasia.
Ada yang boleh diajarkan dan ada yang hanya bisa pelajari dengan pengalaman diri sendiri.
Dan dipuncak, hanya ada satu stupa raksasa yang tertutup sempurna, inilah wilayah yang sepenuhnya rahasia.
Mereka yang penasaran pasti bertanya apakah dibalik batu yang tersusun itu?
Keheningan sempurna.
Bukan dengan mencari, bukan pula dengan mengejar, hanya dengan sepenuhnya berserahlah kita menjadi sadar, dan hanya dalam keheninganlah semua jawaban hadir.