Kaki Rigpa
Akhirnya tidak tahan juga, setelah banyak komen, WA dan inbox, dengan ini saya umumkan bahwa Kartika Damayanti, sang istri tercinta dalam keadaan sehat wal afiat alias baik-baik saja.
Kemarin kami mengantar Rigpa ke rumah Sakit untuk menetaskan abses di kelingking kakinya.
Maklum dalam hidupnya ia lebih sering bertelajang kaki, mungkin ingin menjadi Indonesia Sole Men seperti bapaknya.
Ketika dokter mulai akan menyudet dengan jarum sterilnya, perawat memegang kaki Rigpa erat dan mulai mengalihkan perhatian, saya berbisik "Rigpa sakitnya diterima ya" , terhenyak perawat sambil menengok parah untuk menjangkau wajah saya seolah tak percaya pada apa yang didengar.
Saya mengulangi lagi "Seperti kesenangan yang datang dan juga pergi begitu pula sakit yang saat ini datang dan nanti juga akan pergi"
Inilah masalah dunia, mau terang dan menendang gelap, ingin menerbitkan suka dengan melenyapkan duka selamanya.
Khalil Gibran menulis dengan elok "Ketika kita bercengkerama dengan kebahagiaan di ruang tamu, kesedihan sedang menunggu di pembaringan".
Siklus naik turun adalah kepastian yang ada di alam ini, seperti langit yang menjadi terang berkat matahari dan gelap yang menyusul setelahnya begitu juga setiap aspek kehidupan ini.
Sepakat dengan apa yang tertulis di Kompas dot com hari ini, sebuah pepatah dari tetuah bali yang luar biasa. "Amongken liange, amonto sebete," Terjemahan bebas nya adalah, "Sebesar apa kesenanganmu, sebesar itu kesedihanmu."
Sakit adalah fisik sementara menderita adalah mental.
Apapun termasuk rasa sakit, bila diterima akan menjadi berkah dan jika ditolak berubah menjadi penderitaan.
Menerima rasa sakit artinya menerima proses siklus yang sedang menurun.
Tidak ada yang lebih baik daripada menerimanya secara alami dan sadar penuh akan proses ini.
Mengalihkan perhatian atau memaksa grafik kembali naik adalah hal populer, sebuah jalan pintas, mirip seperti mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit atau doping, dan memang sangat cocok dengan gaya hidup modern ini.
"Kalau bisa cepat mengapa musti pelan, kalau bisa tidak terasa mengapa harus sakit." begitulah semboyannya .
Hal ini terlihat jelas ketika seseorang sakit atau mendapat kemalangan, kita berkata "Semoga cepat sembuh", atau "Semoga penderitaan ini cepat berakhir".
Kata yang dalam keseharian terlihat baik ini secara tidak langsung adalah kata yang memotivasi seseorang untuk men- skip proses 'jalan turun'.
Padahal hukumnya sudah jelas semakin ditolak semakin ia mendesak untuk kembali, rasa sakit yang dibungkam keluar akan berteriak nyaring kedalam dan inilah yang disebut penderitaan.
Anakku, semoga engkau mampu menikmati proses ini, temanilah setiap rasa yang hadir, peluklah dan sayangi mereka semua.
Dalam kacamata dunia, kesakitan, kemalangan, juga kesedihan adalah gambar yang buruk, tak ada bagus-bagusnya, tak perlu takut untuk disobek, tak perlu sayang untuk dibuang, namun sebaliknya pada lensa yang menghadap kedalam, tidak salah bahwa kesedihan dan kesakitan adalah bagaikan kompas dan pelita yang menuntun diri pada kesadaran yang lebih tinggi.