Singing Bowl
Lebih dari 8 tahun yang lalu, saya dan Kartika migrasi ke Ubud.
Seperti seorang yang datang ke dunia baru, tahun-tahun pertama kami isi dengan menjelajah setiap pelosok, selama ada acara dengan syarat gratisan pasti kami akan ikut, kalau acara itu bagus dan harus bayar, kami akan mencari cara untuk menjadi volunteer.
Berkali-kali jadi Volunteer Ubud Writers & Readers Festival karena ingin terinspirasi orang-orang hebat tersebut.
Kata orang, "Bila kau berkumpul dengan para penjual minyak wangi, tanpa memakai sekalipun dirimu akan harum."
Senangnya pertama kali bisa melihat dari dekat Dewi Lestari (ngga berani nyapa, cuma liat aja) dan puluhan orang hebat lainnya.
Berbekal sepeda, saya mengayuh, Tika membonceng dengan bantal kecil yang memisahkan pantat dan kerasnya besi, sementara tanpa kata, tanpa suara, tangannya membentuk sudut memutari perut ini bagaikan power bank yang menolongku tidak kehilangan muka tatkala tanjakan menghadang.
Hari senin jadwalnya nonton film dokumenter atau film yang issue nya sedang hot.
Selasa, diskusi law of attraction yang dibimbing oleh murid langsung dari Guru yang wajahnya nongol di film The Secret yang kala itu lagi heboh-hebohnya.
Rabu nonton dan diskusi lagi, tempatnya lain dan film nya terbatas tentang spiritual.
Kamis adalah salah satu favorit kami yaitu Tibetan Singing Bowl Meditation.
Satu hari sebelum kamis biasanya kami woro-woro ke temen-temen yang ada di denpasar atau kuta untuk merapat ke ubud kamis malam dan menikmati meditasi yan diiringi getaran suara yang membuat 'high' atau bahkan bablas nyenyak.
Walaupun namanya Arun, tak perlu ditanya, ia adalah orang Itali.
Aksen master singing bowl ini telah menjelaskan dengan sempurna darimana ia berasal.
Kepribadiannya yang sederhana, tak pelit ilmu dan yang paling penting yang membuat kami datang berulang-ulang adalah bahwa kami sebagai orang lokal tidak dibebankan biaya pasti seperti para turis.
Sumbangan sukarela ini membuat kami nyaman dan aman tentunya.
Berbelas kali kami bertemu di pasar organik atau di jalan, selalu ia mengajak kita untuk bergabung dikelasnya.
Dan sekali lagi kami bertemu di ulang tahun Mas Har (siapa Mas Har, baca tulisan sebelumnya).
Kali ini Arun malah meminta untuk kami datang sebagai undangan pada hari kamis esok, saya pun menyanggupi.
Entah apa yang terjadi sebelum pulang dari acara ultah itu ada bagian yang mengajak saya untuk belajar pada Arun.
Saya pun spontan bertanya apakah dia mempunyai kelas yang dimana saya bisa belajar Tibetan Singing Bowl?
Singkatnya, hari kamis, jumat dan sabtu ini saya akan berguru privat dengan sang master dirumahnya, serta diminta menyaksikan langsung bagaimana ia memimpin meditasi dan memberikan terapi pada seseorang.
Tika bertanya "Apa rencana saya setelah mendapatkan ilmu ini?" saya bilang "Tidak tahu, saya hanya mengikuti suara yang ada didalam tanpa memikirkan target yang dicapai di depan"
Pasti ada suara, "Kan sayang, belajar mahal-mahal dan tidak terpakai".
Betul sekali bila kita mempunyai tujuan atau target tertentu dalam mempelajari sesuatu, ingin mencari uang dari apa yang dipelajari misalnya atau ingin mendapatkan gelar, menjadi terapis atau lainnya.
Saat ini tujuan saya sudah tercapai, yaitu mengikuti suara di dalam yang berkata untuk belajar pada Arun, dan itu sudah tercapai.
Soal nanti saya mendapat sesuatu yang wow atau biasa saja atau pengetahuan itu menguap setelah berapa bulan, ya fine-fine aja.
Saya tidak pernah berencana untuk jadi penulis, mimpi pun tidak pernah, apalagi jadi pembicara.
Sampai kuliah saya masih bercita-cita jadi bisnisman, tinggal di Jakarta dan punya kantor di Sudirman atau Thamrin, makanya mengambil kuliah Ekonomi Management.
Ubud tentu belum ter download di peta otak ini, tinggal di desa bukan pilihan apalagi kemana-mana tidak pakai alas kaki, nista sekali rasanya.
Tulisan status ini juga jauh dari rencana semula yang ingin saya sampaikan ketika memulai menulis.
"Tapi itulah gobind" kata Tika kalau ditanya ibunya atau siapapun tentang rencana hari ini mau ngapain aja.
Agaknya ia mulai mengerti sedikit-sediikit tentang orang yang digaulinya dalam 10 tahun ini, atau jangan-jangan ini adalah pertanda bahwa ia mulai tidak perduli?
Apapun jawabannya saya menerimanya, karena dimengerti atau dicuekin tidak termasuk dalam list rencana saya.