Lebaran dirumah neneknya Kartika, ada banyak pengetahuan hilir mudik.
Tanpa dicari tanpa diminta menyelinap dan menginap di kamar memori, salah satunya ketika sang BuDe membeli Sate Madura yang dijual orang Madura asli.


Sepulangnya ia bercerita bahwa baru saja ia menanyakan resep dari bumbu kacang yang lezat bin sedap itu.


Disebutlah beberapa nama bumbu dapur yang tak asing namun diakhir pembabaran itu si penjual menyebut 2 merk bumbu penyedap, Roy* dan Masa* dan 1 merk penyedap rasa/MSG merk Sa**.


Ketiganya adalah syarat wajib untuk nikmatnya bumbu sate tersebut, konon kata si penjual.



Dimalam hari lainnya, diajaklah kami ke convenience store, awalnya saya dan Tika bingung untuk mendapatkan teman yang bisa dicamil untuk kami termasuk si kecil Rigpa, untung kami mendapatkannya.

Sambil menguliti edamame yang mungkin satu-satunya yang sehat, kami menikmati bagaimana remaja dan orang yang lebih tua mengkoleksi apa yang dikonsumsinya.



Ada harga yang sangat mahal yang harus kita bayar untuk kenikmatan sesaat dalam santapan harian kita.


MSG apalagi ditambah pengawet yang ditemukan dalam hampir semua makanan kemasan tidak perlu didebatkan lagi efek dan bahayanya pada tubuh manusia.


Indonesia hari ini adalah produsen MSG terbesar di dunia setelah China.


Bagi mereka yang sudah melek dengan info tersebut tentu menjadi konsekwensi sadar bila sakit terjadi, tapi bagaimana mereka yang menelannya mentah-mentah apa yang terkemas indah dalam iklan-iklan itu?



Belum lagi Pemanis yang tak ada gulanya, perasa jeruk yang tak ada jeruknya, sementara pewarna kinclong dan pengawet yang mampu membuat bakteri pembusuk mengungsi jauh.


Hampir tidak ada yang akan memakan tomat yang telah dipetik sebulan yang lalu, tapi dengan gampang kita melahap saos tomat yang berumur setahun.



Miris rasanya melihat ini semua, apalagi mengingat minimnya digelarnya pendidikan kesehatan dalam bidang makanan yang menjadi pokok dari kehidupan.


Iklan imunisasi masih terdengar, mencuci tangan sebelum makan ada karena kepentingan dari penjual sabun antiseptik yang sedang gencar mengiklankan dimedia bangsa ini sementara di beberapa negara sudah dilarang keberadaannya.


Negara ini sudah maju selangkah ketika menetapkan program BPJS bagi seluruh warganya, namun dimanakah kampanye hidup sehat tentang pola makan ini?


Kita seolah meributkan dan memperbaiki daun yang mulai layu namun membiarkan
 kesehatan akarnya.


Sewaktu bibir ini bertanya pada gerombolan anak muda yang asik menguyah, ditunjukkanlah mata ini tanda daftar Dep.Kes, sambil berkata "Kan sudah ada depkesnya, berarti kan aman?" 
ya aman sih bila makanan keriaan ini dikonsumsi sekali-sekali untuk menambah keceriaan, namun tersesatlah kesehatan mereka bila pola ini menjadi gaya hidup.



Saat sakit bertandang kita lebih senang menyalahkan si pancaroba dan tidak ingin menegur apalagi mengganti gaya hidup instan kita.


Kita semakin enggan merawat pemberian terbesar dari Pencipta yaitu Tubuh yang mulia ini, kita telah terlalu jauh meninggalkan kehidupan alami, sederhana nan bahagia.



Namun senyumku menjadi lebih lebar sewaktu menoleh ke arah mata angin yang berbeda, walaupun tipis, tapi terlihat perkembangan tumbuhnya kios-kios penjual sayur dan buah organik, rumah makan dengan hidangan nabati, rak toko buku yang berisi buku panduan hidup sehat alami serta individu atau kelompok masyarakat yang menggiatkan kesadaran kembali ke alam.



Semoga lebih banyak lagi