Learn, Unlearn and RElearn
Dalam sebuah diskusi santai, seorang sahabat menyisipkan pernyataan bahwa ia hanya mau berbisnis dengan orang yang seiman dengannya.
Kemudian sahabat lainnya mengatakan bahwa dirinya tidak peduli dan bahkan tidak memikirkan hal itu, baginya manusia pada dasarnya baik dan selama yang diajak itu masih namanya manusia ia akan selalu terbuka.
Saya menikmati pembicaraan tersebut sampai akhirnya mereka menoleh pada saya, tanpa ada suara mereka mengisyaratkan meminta pendapat saya.
Saya mengatakan bahwa bisnis saya akan saya lakukan pada semua makhuk hidup, bahkan yang disebut benda mati sekalipun.
"Maksudnya?" salah seorang sepertinya tidak sabar ingin mendapat penjelasan.
Bagi saya semua makhluk hidup adalah saudara sepenciptaan yang perlu dihormati, mereka punya hak seperti kita.
Ungkapan dari Konfusius "Don't do unto others what you don't want others to do unto you." jangan lakukan pada yang lain apa yang tidak ingin diperlakukan pada dirimu, tidak terbatas pada manusia semata, tetapi lebih luas pada alam ini.
Contohnya saya berbisnis dengan pohon yang telah memberikan kertas yang mencetak buku Happiness Inside dan kalender Everyday Wisdom, saya mengembalikan kebaikan itu dengan menanam sebuah pohon untuk setiap buku atau kalender yang tercetak.
Bumi yang kita injak ini sudah terlalu baik pada kita, setiap biji yang kita depositkan padanya dikembalikan dalam jumlah ratusan kali.
Pastinya tidak mungkin bagi diri ini untuk membalas sepenuhnya bahkan satu persennya.
Apalagi jika ditambah mendapat gas untuk memasak, mendapat udara gratis, sinar matahari yang tak ternilai dan semua kebaikan alam lainnya.
Apa yang saya bisa lakukan adalah berusaha untuk tidak memberi andil pada perusakan lebih dalam dan menyebarkan prinsip-prinsip hidup alami yang saya jalani.
Prinsip saya pada hal ini selain Recycle, Reduce dan Reuse, adalah saya tidak menggunakan apapun yang tidak bisa dimakan untuk perawatan tubuh saya.
Dengan kata lain kalau benda itu tidak bisa dikonsumsi tubuh maka ia juga tidak akan saya berikan pada alam ini.
Sekali lagi saya mendapat keuntungan besar sekali bahkan terasa tidak adil kalau dihitung dengan kakulator yang dipakai oleh pebisnis.
Bagaimana tidak, semua energi, kesehatan, daya ingat, skill yang melekat di diri ini sungguh sebuah anugerah tak terkira.
Sebagai balasannya, sampai saat ini saya baru berani memberi 70-80% kegiatan saya yang bersifat sosial sementara yang sisanya adalah jasa profesional dimana saya dibayar dengan syarat 100% uang kembali bagi yang tidak puas pada apa yang telah saya sampaikan tentunya.
Semua inspirasi yang saya tulis saya dapatkan dengan Gratis, untuk itu saya membebaskan siapapun untuk menshare, mencetak atau mengambil keuntungan dari semua tulisan, slide atau karya saya lainnya (kecuali Happiness Inside yang telah terikat kontrak 5 tahun sampai Des. 2014).
Pencipta telah memberikan saya kehidupan yang indah, untuk itu saya juga ikut berbahagia dengan kehidupan satwa di alam ini.
Saya tidak mengkonsumsinya juga tidak mengambil bagian dari haknya. terlepas dari ketidaksengajaan, saya juga berusaha untuk tidak menginjak serangga atau membunuhnya ketika ia menggigit kulit ini.
"Lho kalau kena DB bagaimana?" potong sahabat saya.
Saya berharap akan segera tiba waktunya para peneliti membebaskan nyamuk dari kursi terdakwa penyakit DB seperti halnya kera afrika yang menjadi tertuduh penyebab HIV/AIDS beberapa tahun yang lalu.
"Bukannya hewan itu disediakan untuk menjadi makanan manusia?" sergah teman saya satunya.
Saya masih ingat saya pernah diajarkan tentang piramid makanan, saya juga sadar bahwa sebagian besar kehidupan bisa berlangsung dari kehidupan lainnya.
Namun, selain teryakinkan dari sisi antomi tubuh, kesehatan, emosi dan ekosistem, saya memilih makanan nabati karena saya berempati pada hewan-hewan itu.
Saya merasakan kesedihan mendalam ketika melihat mata mereka yang sedang berhadapan dengan pisau dan tukang jagal itu.
Bagi saya hewan-hewan itu juga ingin hidup seperti saya dan Anda tentunya.
Kalau kita sering mengklaim diri sebagai makhluk paling cerdas dan penguasa bumi ini maka selayaknya juga kita ingat tanggung jawab penguasa yaitu mencintai, melindungi dan merawat apapun yang dikuasainya.
"Tapi di Agamaku diperbolehkan dan ...." memutus penjelasanku dan ia melanjutkan dengan untaian cerita-cerita yang terjadi di masa lalu.
Saya bisa mengerti dan memahami apa yang dijelaskan dan diyakini teman saya itu, seperti saya memahami dan mengerti mereka yang di Papua New Guinea, yang memakan daging keluarganya sendiri yang sudah meninggal.
Tidak terpikir untuk melarang, menolak apalagi menyalahkannya.
Saya menyadari bahwa semua dari kita adalah hasil dari didikan yang kita dapatkan sebelumnya.
Kalau saya tinggal di Perancis pasti cara pandang saya akan berbeda sekali dibanding bila saya tinggal di Mesir.
Kultur lingkungan, budaya dan Agama orangtua akan sangat berpengaruh pada pola pikir dalam jenjang kehidupan seseorang tentunya.
Bagi saya bagian yang penting dari kehidupan manusia adalah, setelah kita mendapatkan banyak pelajaran, layaknya kita selalu menyiapkan ruang kosong untuk diisi oleh pelajaran-pelajaran yang kita pelajari saat ini.
Dalam bahasa yang apik Alvin Toffler mengatakan:
"The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn."
Buta huruf di abad ke 21 ini bukan mereka yag tidak bisa baca dan tulis melainkan mereka yang tidak bisa belajar, melepaskan keterikatan pada pelajaran yang telah diterima dan kembali belajar lagi.
"Kebersihan adalah bagian dari iman" adalah contohnya.
Sewaktu saya kecil selalu diajarkan dan diminta untuk membersihkan tubuh dan itu harus menggunakan sabun dan harus berbusa banyak.
Sabun sudah menjadi simbol kebersihan dalam benak saya selama berpuluh tahun, dan waktu itu saya yakin sekali bahwa cara membersihkan tubuh satu-satunya ya menggunakan sabun.
Melalui proses Unlearn dan Relearn, saya menemukan suara didalam "Bolehkah saya menyebut kebersihan, bila saya menggunakan sabun dan merasa 'Bersih' namun sabun itu mengotori tanah dengan racun kimianya?".
"Tapi Bin" kata itu menyelinap diantara penjelasanku,
"Di Kitab suciku jelas tertulis ...."
"Lagian kalau ngga dimakan maka dunia ini akan sesak oleh binatang dong?
"
"Kepercayaan pada agama itu tidak boleh dipertanyakan lagi, seluruhnya harus diyakini sepenuhnya tanpa dipertanyakan...."
Dan beberapa lagi pernyataan dan pertanyaan yang tak kuingat lagi .
Ya... saya bisa mengerti kondisinya dan memahami situasinya, sama sekali tidak ada keinginan untuk mendebatnya apalagi membantahnya, dugaan saya, sahabat ini sudah merasa nyaman dengan pengetahuan dan keyakinannya.
Dalam hati aku teringat pada penyair Lebanon Khalil Gibran dalam guratannya yang dalam;
Once every hundred years Jesus of Nazareth meets Jesus of the Christian in a garden among the hills of Lebanon. And they talk long, and each time Jesus of Nazareth goes away saying to Jesus of the Christian, "My friend, I fear we shall never, never agree."
Setiap beberapa ratus tahun sekali Yesus Nasareth dan Yesus Kristen bertemu di sebuah taman di perbukitan Libanon. Mereka berdiskusi panjang, dan setiap kali Yesus Nasareth hendak berpisah, Ia berkata pada Yesus Kristen "Sahabatku, saya takut kita tidak akan pernah bersepakat"