"Pak, anak saya itu malas sekali, teknik apa yang perlu saya lakukan agar dia rajin?",

"Pak, anak saya itu susah sekali dibilangi, trus gimana dong supaya dia bisa nurut?",

"Pusing saya pak, tolong bapak aja yang nasehatin dia, siapa tau bisa berubah?"



Hampir semua orang tua pingin anaknya berubah karena melihat atau merasa ada yang salah di anaknya dan menariknya hampir tidak ada orangtua yang merasa bahwa ada yang salah dalam caranya melihat anak tersebut.



Terus terang saya mendambakan orangtua datang dengan pertanyaan seperti 
"Pak bagaimana saya bisa menguasai diri saya ketika saya berhubungan dengan anak saya?" 
atau "Saya sadar bahwa ada kemarahan dan ketakutan yang besar dalam diri saya dalam mendidik anak saya, apakah bapak punya saran untuk saya?".



Kita yang berjuluk manusia dewasa, bertitel orangtua adalah insan yang penuh luka, penuh trauma, ada begitu banyak kebencian, kemarahan, iri, dengki, gelisah, cemas, takut dan ratusan lainnya.


Pada tubuh yang berat ini dengan percaya diri kita berani memberi label bahwa "Salah satu tugas saya adalah 'Mendidik' anak"



Bagi saya kata 'Mendidik anak' adalah dilema besar.


Bagaimana kita dengan pikiran yang sudah terkotak-kotak, penuh penghakiman, rasis, gender berani mendidik seseorang yang hadir dengan kemampuan melihat apa adanya?


Ya memang kita lebih pintar dalam calistung, kita mampu mendelegasikan, berkomunikasi, memanjat, mengetik, naik motor dan jutaan hal lainnya namun sadarkah kita bahwa semua kemampuan yang kita pelajari adalah berujung pada sebuah kata yang kita ingin capai yaitu bahagia, sementara anak yang kita ingin didik kualitas bahagianya jauh diatas kita.



Bagaikan tangan kotor ingin membersihkan tangan yang steril
.

Pikiran ruwet vs pikiran polos.

Hati semrawut vs hati sempurna

.

Anak-anak hadir dengan kebijaksanaan jauh, sekali lagi jauh lebih tinggi daripada kita sementara ego kita tidak terima, ia ingin tampil dan terlihat lebih hebat, lebih tinggi, lebih berpengalaman, lebih bisa dan lebih-lebih yang lain.



Sampai kapankah kita ingin mengontrol, menguasai mencekoki Guru besar dalam raga kecil yang hadir untuk menyadarkan kita ini?



Lihatlah ia, hanya lihat ... hanya Lihat .. tanpa meletakan apapun, seperti yang pernah ia lakukan ketika ia melihatmu untuk pertama kalinya.



Lihatlah apa adanya ... dan engkau tak mungkin salah.