Reaksi vs Kreasi
Berasal dari huruf yang sama, hanya berbeda pada susunan, namun berlawanan dalam arti.
REAKSI dan KREASI.
Sudah pada ribuan orangtua saya bertanya "Kalau anaknya nakal diapain?" spontan jawaban yang keluar "Kalau tidak dimarahin ya di hukum",
"Sebaliknya" kejar saya, "Kalau anak berprestasi?" lagi-lagi ada dua jawaban "Dipuji atau diberi hadiah",
"Apakah ada jawaban lain?"
hampir semua terdiam, bahkan ada yang bertanya "Emang ada lagi selain kedua itu?".
Seolah memang kita tidak mempunyai jawaban lain, bahkan tidak pernah berpikir ada hal lain yang dapat dilakukan.
Inilah tindakan reaktif.
Disebut re-aksi karena kita mengulang aksi yang pernah kita lihat, dengar atau lakukan.
Reaksi berkerabat erat dengan masa lalu, sementara kreasi hidup pada saat ini.
Ketika seorang anak mengalami penyiksaan yang menimbulkan emosi tinggi, maka memori ini akan mengendap dalam bawah sadarnya, dan ketika dewasa anak tersebut cenderung akan mengulangi perbuatan itu pada anaknya sendiri atau orang lain.
Makanya banyak sekali kemiripan tingkah laku seorang ayah atau ibu pada anaknya dengan apa yang diperbuat orangtua bapak ibu tersebut pada dirinya.
Seorang sahabat terkejut dan menyesal setelah menggampar anaknya, dengan setengah menangis, ia menjelaskan pada saya bahwa ia sangat membenci ayahnya yang sering memukulinya dan untuk itu ia telah bersumpah untuk tidak memukul anaknya, namun ia tidak habis pikir mengapa reaksi ini terjadi.
Ketika kita menyentuh atau menggengam lengan yang teluka,cenderung ada reaksi keras dari orang tersebut, begitupula dalam bathin ini, kita menjadi sangat sensitif bila banyak luka dihati.
Manusia penuh luka mirip seperti robot yang dikendalikan remote control.
Bila tombol merah dipencet maka robot menjadi marah dan sebaliknya bila tombol biru, maka robot akan menari dan meloncat dengan girang.
Responnya menjadi pain or pleasure, fight atau flight yang dikendalikan oleh otak primitif yang dimiliki setiao manusia.
Kemarahan dibalas kemarahan, benci dengan benci, begitu pula dengan iri dan dengki.
Sudah sering kita mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat "Kalau orang baik sama saya, saya akan lebih baik dari dia, tapi kalau dia jahat, maka saya bisa lebih jahat dari dia" .
Kita telah diajarkan banyak cara dalam hal meraih kesuksesan, namun bukan menyembuhkan luka -luka yang menganga ini, kita dibekali kemampuan matematika, bahasa dan sejarah namun tidak ada mata pelajaran yang membahas bagaimana kita menjadi sadar dan menjadi bahagia.
Kita dididik untuk cepat bukan untuk menikmati saat ini.
Pemikir jernih Stephen Covey, berulang-ulang mengatakan
"Between stimulus and response there is a space. In that space lies our freedom and power to choose our response. In those choices lie our growth and our happiness."
Diantara stimulus dan respom ada sebuah ruang, dan diruang tersebut terdapat kebebasan dan kekuatan untuk memilih respon kita.
Dan dalam pilihan-pilihan itu terletak pertumbuhan dan kebahagiaan.
Pertanyaan besarnya, kapan dan berapa seringkah kita dilatih dan berlatih untuk melebarkan ruang tersebut?
Duduk hening, meditasi, kontemplasi, atau apapun nama dikepercayaan Anda, memang bukan hal yang membawa Anda menjadi kaya namun ini adalah syarat penting untuk bertemu wajah yang bernama kebahagiaan.
Duduk hening dalam bahasa lain adalah mengistirahatkan pikiran dari loncatan kedepan dan ke belakang, dalam kondisi sibuk ini bukan hanya kelelahan tapi juga kekeruhan terjadi pada kolam pikiran ini.
Bagi pikiran duduk hening adalah berlibur, berekreasi.
Cermati kata Re-Kreasi - berkreasi kembali, ketika kita berlibur kita cenderung santai, rileks dan dalam keadaan ini otak yang lebih banyak berperan adalah otak baru (neo corteks) dimana sisi-sisi kemanusiaan, keterhubungan dan spiritual dalam diri kita berada.
Cinta hadir di level ini, kita tidak berkompetisi disini melainkan bekerjasama.
Cinta adalah kreasi bukan bentukan masa lalu.
Kita mampu memahami sepenuhnya, mengerti seutuhnya bila kita tidak terlilit dengan masa lalu.
Tatkala penghakiman yang bersumber dari masa lalu membelenggu diri, maka Cinta dipastikan tidak akan hadir.
Mari niatkan untuk melepasnya, ambilah waktu barang sejenak dan bertanyalah pada diri di dalam pertanyaan dasar yang pasti kita pernah tanyakan
mengapa saya di ciptakan?
Apa tugas saya di dunia ini?
Apa yang Pencipta ingin saya lakukan?
Apa yang bisa saya kontribusikan dalam hidup ini?
Saya ingin dikenang seperti apa sewaktu nanti saya dimakamkan?
Tidak ada orang yang hina dan bathinnya kotor, kita semua makhluk berasal dari yang maha pengasih dan penyayang.
Saya, Anda dan kita semua adalah manusia-manusia yang terluka.
Sudah terlalu banyak kemarahan, kebencian, makian, hujatan dan kutukan yang kita lontarkan, kita tidak memerlukan itu semua, saat ini yang sangat diperlukan adalah penyembuh luka yang bernama welas asih.
Disaat ada orang yang marah dan membenci atau melakukan tindakan keras , selalu ingat mereka adalah orang yang terluka, menambahkan kemarahan pada mereka sama seperti menambahkan luka.
Hadirlah saat ini, sadarilah tugas diri ini bukan menambah luka namun dengan mengambil waktu duduk hening transformasikan reaksi kemarahan didalam menjadi menjadi sebuah kreasi indah nan tulus yang bernama kasih sayang.
Tiba-tiba saya teringat pada lyric lagu dari The Beatles "And in the end, the love you Take is equal to the love you Make".
Kemarahan, kebencian yang kita lempar bukan hanya mencederai yang lain namun juga menambah luka pada diri ini, begitu juga dengan cinta dan welas asih yang kita tabur selain memberi ketentraman bagi orang lain, ia juga menyembuhkan diri ini.