Belajar Konsiten dari Istri
Salah satu dari sekian banyak yang saya kagumi dari Istri saya adalah kemampuannya dalam belajar bahasa, ia sangat fasih dalam berbahasa Inggris, awalnya saya pikir hal yang wajar pada zaman sekarang.
Namun yang menarik dari Kartika adalah bahwa ia tidak belajar di tempat kursus melainkan di depan televisi juga lewat lagu-lagu romantis nuansa jadul kesenangannya.
Bertahun-tahun setelah mengenalnya, saya masih mempercayai bahwa wanita cantik ini memang mempunyai otak yang bagian kecedasan bahasanya yang lebih dari kebanyakan orang.
Bagaimana tidak, ia tinggal di bali empat tahun setelah saya namun hampir semua orang yang baru mengenalnya pasti mengira ia adalah orang Bali asli, bukan hanya karena aksennya namun juga tingkat kehalusannya, sementara saya masih amburadul.
Baru akhir-akhir ini saya menyadari rahasianya (telat banget ya? :)) .
Ternyata wanita yang telah menyewa hatiku selamanya ini mampu mengembangkan kemampuan linguistiknya adalah dengan cara berdisiplin dan konsisten mengulang kata-kata yang ia ketahui walaupun itu hanya satu kata saja.
Misalnya ia mengetahui bahwa uang dalam bahasa Sindhi (bahasa daerah di India dan Pakistan) adalah Paisha (dibaca Pesa).
Sejak mengenal kata tersebut sampai sekarang, kapanpun dan dimanapun selama berhadapan dengan saya ia selalu menggunakan kata Pesa bukan Uang. Ini memang tindakan kecil dan sepele tapi Guru saya ini dengan tersirat ingin mengingatkan saya bahwa lembaran kain kehidupan ini bukan dirajut oleh tindakan besar, karena tidak ada yang namanya tindakan besar tapi yang ada adalah konsistensi yang besar.
Semuanya, ya semuanya dalam hal apapun kita memerlukan konsistensi besar bila ingin mencapai apa yang kita inginkan.
Kita semua sebenarnya sudah melakukannya di masa kecil ketika kita belajar, berjalan, mengeja, menulis dan ribuan hal lainnya, namun semakin dewasa kita malah sering melupakannya atau malah melakukan konsistensi yang berkebalikan dari yang diharapkan.
contohnya, tidak ada orang yang ingin menjadi pemarah, walaupun banyak yang menyangkal tapi faktanya bahwa setiap orang membentuk dirinya sendiri melalui kebiasaan-kebiasaan hariannya yang membuat dirinya tersulut api kemarahan.
Dengan kata lain bahwa tidak ada orang dilahirkan dengan sifat pemarah.
Sifat adalah kebiasaan yang telah menggumpal bagaikan otot ditubuh yang terbentuk lewat kebiasaan mengangkat beban.
Dalam setiap kejadian,kita diberi kehendak bebas untuk memilih menggunakan otot kesabaran atau otot kemarahan, respon kita inilah yang memberikan energi pada otot mental kita berkembang dan kuat.
Bila kita saat ini suka marah, sering membenci, lekas dendam, jarang senyum, mudah tersinggung artinya saatnya kita harus membentuk otot kesabaran, keceriaan, kasih sayang, dan sejenisnya yang lebih kuat dan dengan segera. Dan percayalah, Anda tidak perlu kursus dengan orang-orang hebat atau tercerahkan cukup jalani kehidupan ini dengan memilih satu hal kecil dan berjanji untuk bertindak konsisten sampai otot kesabaran ini terbentuk kuat seperti apa yang dilakukan Tika.
Ibaratnya kita belum bisa naik sepeda, bila kita belajar 2 hari dan berhenti terus dua bulan lagi belajar 2 hari dan berulang dengan pola yang sama maka untuk bisa menguasai sepeda akan jauh lebih lama daripada mereka yang konsisten selama seminggu.
Akhir-akhir ini saya memilih untuk memberi kesempatan orang menyebrang atau orang yang ingin berbelok, mendahului kendaraan yang saya kendarai atau hal sejenisnya di jalan raya, saya percaya latihan kecil mengalah di jalan ini akan menuntun saya pada kebiasaan mengalah pada aspek yang lain yang suatu hari akan memberikan kesadaran bahwa orang lain itu lebih penting dan diri (ego) ini sangat tidak penting.
Dan akhirnya saya ingin sekali mengucapkan Terimakasih pada Guruku yang telah banyak memberikan pelajaran berharga tanpa harga, dan pelajaran penting tanpa kepentingan diri.