Tetangga Belakang
Bila sedang di rumah Ubud, saya dan Kartika punya ritual setiap sore yaitu bersama Rigpa nonton pulangnya ratusan burung kokokan ke rumahnya.
Terkadang kami menengadah di depan rumah dan tak jarang di tangga yang menghadap belakang rumah.
Setiap berada di tangga belakang rumah saya selalu memperhatikan rumah terdekat yang dipisahkan oleh sawah, rumah itu terawat sekali, terlihat bukan hanya dari bangunannya tapi juga rumput, dan tanaman yang mengitarinya, padahal setahu saya yang menempatinya hanya seorang diri.
Kalau tidak salah, wanita asia timur yang jarang terlihat sehari-harinya. Trus siapa yang merawat rumah terutama kebunnya?
Siang ini saya melihatnya dan mendapatkan jawabannya, dengan menggunakan tank top, ia terlihat sibuk mendandani tamannya, bahkan ia memotong rumput halamannya sendiri dengan bantuan pemotong elektrik.
Dalam hati berbisik, "Mandiri sekali wanita ini"
Sore hari ketika saya sedang membuat minuman air kelapa campur buah, Tika dan Rigpa melakukan ritualnya melihat burung, wanita itu melambaikan tangan ke Rigpa dan Tika, lalu mendekat dengan melompati pagarnya, menyeberangi sawah yang memisahkan kami sambil memegang dua buah tomat yang baru dipetik dari kebunnya.
Tika berusaha mencegahnya, tapi dia bilang "It's ok, no worry".
Sambil menjulurkan tangan memberikan tomat, ia berkata
"Maaf tadi saya berisik potong rumput, tapi sudah selesai kok" dalam bahasa yang terbata-bata Tika mengetahui bahwa ia adalah orang Jepang.
"Wow" reaksi saya spontan mendengar Tika bercerita dengan tangan menggendong Rigpa dan tangan satunya memegang kedua tomat itu.
Kami terkesima bukan karena ketangkasannya menyeberangi sawah dan kedermawanannya memberikan dua buah tomat pada tetangga yang tidak pernah saling sapa ini, tapi ia memikirkan orang lain dalam tindakan yang dilakukannya.
Kami sama sekali tidak terganggu dengan bunyi mesin pemotong rumput yang sangat wajar tingkat kekerasannya ditelinga kami.
Pelajaran besar yang dihadirkan Guru ini adalah:
apapun yang kita lakukan, sedikit banyak akan mempunyai dampak langsung atau tidak langsung pada orang atau makhluk hidup lain disekitar kita.
Pertanyaannya adalah "Apakah kita sudah memikirkan hal itu?"
Beberapa kali di mobil Rigpa terbangun kaget dan menangis ketika suara klakson super keras atau raungan knalpot modifikasi berbunyi, saat itu kami hanya bisa menghela nafas dan berterimakasih pada guru yang mengingatkan kami untuk tidak mengganti klakson dan knalpot kami itu.
Mematikan hp di pesawat, berdiri di jalur yang sama sewaktu naik/turun eskalator memisahkan sampah organik atau memberikan kesempatan bagi yang ingin menyeberang jalan adalah tindakan-tindakan kecil, namun disanalah tingkat kemajuan berpikir dan kesadaran seseorang ditentukan.
Walau hanya mendengar dari beberapa sahabat, saya percaya bahwa yang membuat bangsa Jepang sangat maju adalah karena tingginya kesadaran dan cara berpikir dari warga negaranya.
Kekaguman saya akan kemajuan Jepang bukanlah terdapat pada kemampuannya dalam membuat elektronik, mobil atau membangun sarana dan prasarana, saya terkagum dan hampir tidak bisa berkata apa-apa ketika membaca dan melihat di media ketika dalam kepanikan dan kelaparan setelah diterjang tsunami hebat, mereka masih mengantri dengan tertib untuk membeli kebutuhan pokok, bahkan ketika bangunan bank hancur lebur dan uang berserakan di jalan, tidak ada orang Jepang yang memungutnya.
Sampai saat ini saya tidak bisa dan belum berani menyimpulkan apa yang terjadi pada bangsa Jepang sehingga mereka mampu berubah dari yang dahulu dikenal sangat keras dalam medan perang menjadi seperti saat ini.
Mungkin karena pemimpin yang kuat, mungkin juga sistem pemerintahan yang bersih atau sistem pendidikan yang baik, semua itu masih mungkin dan tentu tidak ada salahnya kita berharap hal yang sama terjadi di negara ini, namun selalu ingatlah bahwa setiap harapan pasti bergandengan dengan bibit kecewa yang mungkin tumbuh atau tidak.
Untuk itu marilah kita meletakkan harapan itu disamping dan mulai melangkah maju dengan memetik cinta yang ada di taman hati, melompati pagar keegoisan diri sendiri, menyeberangi dan menyambangi perasaan pihak lain dan memberikan kasih pada sesama.