Jadi Petani
Bukan kesalahan tapi kebetulan di hari ini pagi dan sore saya di hubungi dua sahabat wanita pengusaha, mereka mencurhatkan kejadian yang melintas dalam hidupnya salah satunya adalah tentang pasangan mereka.
Seperti kebanyakan manusia tertarik dengan lawan jenis begitu juga ketertarikan pada lawan sifat juga berlaku dalam hal ini, bila Istrinya dominan maka biasanya suaminya kalem, suami yang banyak bicara tertarik dengan pasangan yang suka mendengar.
Tanpa janjian, karena mereka tidak saling mengenal, kedua wanita tersebut mengatakan hal yang sama bahwa suaminya sudah tidak nyaman dengan kondisi yang ada, serba cepat, serba sibuk, banyak komplain dan dinamika lainnya yang sering terjadi pada aktifitas bisnis kota besar.
Mereka, para lelaki ini mengusulkan untuk pindah ke desa dan menjadi petani sehingga bisa hidup damai dan bahagia tanpa gangguan, tanpa tekanan.
Mengubah tempat tinggal, melompat ke usaha lain, ganti pasangan, pindah agama, semua itu bukanlah pokok permasalahannya.
Ketidaknyamanan, ketidaktenangan ada didalam, mengubah hal diluar mungkin awalnya melegakan tapi bukan solusi primer.
Saleb dan obat mungkin akan menghilangkan bisul, namun kalau kebiasaan mengkonsumsi telur tidak dihentikan maka semuanya akan sia-sia.
Kita semua ingin bahagia, hidup tenang dan mempunyai kedamaian pikiran, semua itu dibenak kita terwakilkan oleh sosok sederhana petani yang diceritakan sewaktu kita di sekolah dasar.
Dimana pagi-pagi buta petani ke sawah, di siang hari sang istri membawa sebakul nasi dengan sayur dan lauknya, lalu mereka makan dengan lahap ditengah sawah.
Kenyataannya, lebih dari 5 tahun tinggal di antara sawah saya tidak pernah melihat pemandangan yang sebenarnya juga saya impikan, bahkan lebih sering saya mendengar petani yang mengeluh daripada yang tersenyum.
Siapapun akan menjadi bahagia bukan dengan cara menjadi petani namun meneladani kesederhanaan petani tersebut.
Lihatlah pikiran anak anak atau ingat-ingat masa paling indah dalam kehidupan ini, lalu perhatikan aktifitas dan kesibukan pikiran saat itu.
Apakah pikiran saat itu lebih sederhana atau rumit?
Kita semua pasti setuju bahwa semakin sederhana kita berpikir semakin ringan langkah hidup ini.
Hari ini, lingkungan melalui media memang telah sangat sukses mengerek keinginan manusia ke tiang yang tinggi, iming-iming bahagia akan hadir setelah mendapatkan sesuatu berhasil menembus keyakinan penduduk bumi ini.
Kita melakukan apapun bahkan mengorbankan hal yang tak bisa diukur dengan materi untuk mendapatkan target yang sesuai dengan keinginan.
Kita mengorbankan kedamaian pikiran untuk mendapatkan uang, padahal awalnya kita mencari uang untuk mendapatkan kedamaian pikiran bukan?
Kita membeli semua kemewahan untuk menambal bathin kita yang kosong, Lucunya kita ingin terlihat kaya bukan merasa cukup , kita ingin terkesan menonjol bukan terbenam dalam rasa syukur.
Memang memangkas keinginan, memotong ego, juga mengurangi kemelekatan belumlah populer, jalan ini adalah jalan yang jarang dilalui dimana kebahagiaan adalah hamparan rendah, ketenangan adalah minimalis dan kedamaian adalah sederhana