Keikhlasan
Setelah teori tentang pencapaian keinginan dengan hasrat yang menggebu-gebu mulai ditinggalkan, teori ikhlas dan pasrah mulai menggeliat di kelas-kelas pelatihan pengembangan diri.
Banyak sahabat yang bercerita bagaimana pencapaian jauh lebih besar, lebih cepat, lebih permanen dan lebih nyaman bisa didapat bila menggunakan keikhlasan sebagai dasar dalam melangkah.
Tentu saya setuju lebih berserah pada apa yang akan terjadi lebih baik daripada menggenggam keinginan dan menggunakan segala daya upaya agar target menjadi harus didapat, kalau perlu melakukan barter, atau memerintah bahkan menodong Tuhan.
Namun setiap kali mendengar cerita keikhlasan dan diakhiri dengan kesenangan atas pencapaian dari suatu tujuan atau harapan, setiap kali pula hati saya bertanya, bagaimana bila keinginan itu tidak terwujud atau bahkan berseberangan dengan hasil yang diharapkan? Apakah kebahagiaan kita tetap sama?
Walau sering mendapati sahabat yang bernada dan berekspresi berbeda ketika menjawab bahwa dirinya tetap bahagia disaat goal tidak tergapai, saya tidak berhak memvonis tingkat kebahagiaan seseorang.
Kita semua sedang bertumbuh.
Masih teringat bagaimana masa kuliah management saya isi dengan mencibir orang yang tidak punya tujuan, setiap hari dipikiran ini hanya strategi dalam mengejar materi sampai-sampai mengorbankan kesehatan juga kedamaian pikiran.
Setelahnya bertahun-tahun saya menambahkan usaha lain agar mendapat pengakuan dari masyarakat.
Semakin usia bertambah, hadir kesadaran baru bahwa menjalani hidup yang bermakna jauh lebih membahagiakan, kesadaran ini menelorkan kata "kontribusi" sebagai jargon utamanya.
"Bukan berapa banyak yang kau kumpulkan namun seberapa besar yang kau kontribusikan yang membuat perbedaan mencolok dalam dirimu"
Dan dengan kesadaran saat ini, materi dan pengakuan telah memudar kemilaunya, sementara tujuan dan kontribusi juga bukanlah hal yang penting lagi.
Apa yang bisa kita banggakan dari kontribusi yang kita berikan, bukankah semua kepintaran, kesehatan, materi, bahkan peluang adalah pemberianNya.
Tujuan dan kontribusi sering mengandung "aku", dengan kata lain ada ego yang halus bersembunyi dibalik tameng tujuan dan topeng kontribusi.
Ketika seseorang mengikhlaskan ego untuk pergi, maka ia akan menemui dirinya ditopang oleh kekuatan yang tak terhingga, ia menyatu dan berpelukan dengan arus semesta yang mengalir.
Keikhlasan bukanlah metode untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Keikhlasan adalah sebuah tingkat kesadaran yang bukan hanya melepaskan hasil yang akan diperoleh, tapi juga sikap serta cara memandang yang netral, dimana putih tidak lebih baik daripada hitam, kesedihan bukan berlawanan dengan kegembiraan dan sakit tidak berbeda dengan sehat.
Keduanya diterima serupa seperti saudara kembar.
Layaknya anak-anak yang bermain jungkat-jungkit, mau di atas atau di bawah, yang menghias wajahnya hanyalah senyuman.
Akhirnya saya juga sadar, bahwa ada yang setuju dan pasti juga ada yang menolak tulisan ini.
Baik yang suka, atau yang mencemooh, semuanya diterima dengan senyuman yang sama.