"Tulisan bapak dikritik tuh, gimana tuh Pak?." tanya seseorang

"Itu kan tulisan bukan saya" saya jawab.

"Maksudnya gimana pak?."

Biar bisa di baca berulang-ulang, saya buat status saja.

Kalau ada pemikiran saya yang terlontar dalam bentuk tulisan dan ada orang suka, memberi jempol atau memuji, artinya ia setuju, sepaham dengan cara pandangnya saat itu, bukan suka dengan saya.

Begitupula sebaliknya, ada yang mengkritik pola pikir saya, artinya ia tidak setuju dengan pola pikir itu, bukan dengan diri saya, disisi lain mungkin juga ia setuju dangan pola pikir saya yang lain.

saya adalah saya, saya bukanlah tulisan, saya juga bukanlah pemikiran, bahkan saya bukan tubuh yang sedang mengetik ini.

Siapa diri saya? - Who am i? adalah pertanyaan terbesar sepanjang sejarah yang rasanya tak pernah dibahas di sekolah, juga pada status ini.

Tulisan hadir lewat pemikiran yang dituntun kesadaran yang ada saat itu.

Bila kesadarannya berubah, pemikiranpun akan berbeda, cara pandang berganti, lalu tulisan atau tingkah laku mengikutinya, dan tak tertutup kemungkinan apa yang dulu kita pertahankan saat ini mati-matian kita ingin hancurkan, apa yang dulu kita cinta sekarang kita benci.

Mereka yang mencengkram keras akan menderita ketegangan, mereka yang mengidentifikasi dirinya akan terombang-ambing.

Bila seseorang mengkritik pemikiran dan saya mengidentifikasi pemikiran itu adalah saya, maka saya akan terluka.

Sebaliknya bila saya tidak mengidentifikasinya maka saya bebas tanpa rasa sakit, karena tidak ada singgungan.

Yang merasa senang ketika di puji dan marah tatkala dikritik bukanlah saya melainkan ego.

Kesadaran 'Saya adalah saya' dan semua diluar saya adalah bukan saya merupakan sesuatu yang harus selalu dan selalu disadari jika kita ingin maju dalam praktik pengenalan diri.

Para tetua jenius dari jawa mempunyai kalimat yang pakem "Eling lan wasposdo", inilah yang diperlukan 24 jam dalam hidup agar tetap waras.

Apa gunanya seseorang mengenal begitu banyak hal dari microba sampai pluto namun tidak mengenal dirinya?

Bukankah ia yang mengenal dirinya, mengenal TuhanNya?