Hantu Itu Tidak Pernah Ada
Saya senang sekali kalau di pesta Hallowen ada banyak yang mendandani dirinya sebagai hantu yang lucu alias kocak.
Semakin banyak hantu yang kocak muncul di dunia ini semakin positiflah persepsi tentang hantu yang ada.
Dulu sewaktu kecil saya percaya keberadaanya, namun sudah lama saya tidak mempercayai keberadaanya.
Sempat saya berkata pada siapapun yang saya kenal untuk mengajak saya atau menunjukan tempat yang ada hantunya, bukan untuk menantang namun untuk mengetahui sekaligus menggenapi penasaran saya.
Sempat juga saya ikut tantangan di acara 'Dunia lain' namun hasilnya nihil.
Saya suka merenung untuk mengobrak abrik masa lalu saya, lalu saya bertanya "Mengapa saya dulu percaya walau saya belum pernah melihatnya?"
Sekarang saya tahu jawabannya, dan ini juga saya yakin dialami begitu banyak orang di dunia ini.
Sewaktu kecil saya sering ditakut-takuti oleh orang-orang terdekat yang mengasuh saya atau adik saya, tujuannya adalah agar saya bisa dikontrol.
'Kalau ngga mau makan nanti ada hantu datang', 'Jangan main keluar malam-malam ada kuntilanak'
Lalu film-film horor ditambah cerita tentang penunggu rumah yang katanya sering menampakan diri.
Semuanya ini tertanam dalam bawah sadar dan akhirnya membuat saya percaya bahwa hantu memang benar-benar ada.
Yang menarik sekaligus memberikan celah jawaban bagi saya adalah bahwa kita yang di Indonesia mempunyai jenis hantu jenis tertentu, seperti sundel bolong, genderuwo, nenek lampir, pocong dan sejenisnya, sebagian besar orang Indonesia akan merasakan ketegangan ketika melihat mereka itu muncul namun sebaliknya kita merasa lucu dan tidak seram sama sekali ketika hantu dari Hongkong yang kedua tangannya menjulur dan jalannya loncat-loncat hadir.
'Not seeing is believing but believing is seeing' adalah kalimat yang saya percaya.
Karena seseorang percaya maka ia melihat, bagi yang tidak percaya tidak mungkin melihat, jadi kalau gitu hantunya ada di realitas atau ada di pikiran yang percaya??
saya sering bertanya pada mereka yang bisa dan biasa melihat hantu untuk kesediaanya di tes dengan orang lain yang juga bisa melihat.
Caranya adalah dengan memilih satu ke rumah yang dikatakan angker, lalu mereka masuk dalam waktu yang terpisah 10 menit, setelah keluar, tanpa berkomunikasi satu dengan lainnya, mereka diminta untuk mendeskripsikan di ruangan yang berbeda, kalau perlu di gambar.
Kalau deskripsinya sama, mungkin saya mulai percaya.
Entahlah sampai sekarang belum ada yang serius menanggapi tantangan ini.
Pernah saya mendaki gunung, dan sekembalinya tubuh sudah sangat lelah dan hari sudah menjelang gelap, dari kejauhan saya melihat mata yang besar melotot pada saya, terkadang saya melihat ular raksasa atau orang yang sangat tinggi besar, di dorong rasa penasaran saya beranikan diri untuk terus melangkah mendekatinya, semuanya ternyata hanyalah batu, pohon atau benda-benda lainnya.
Saya yakin bila saya takut dan lari, saya akan mempercayai bahwa itu semua adalah hantu yang ingin mengganggu saya.
Jika ada yang takut lewat kuburan dengan bercanda saya mengatakan "Manusia ini lucu, takut dengan manusia yang mati dan di kubur ditanah, namun tidak takut dengan kuburan hewan yang ada diperutnya"
"Bagaimana dengan kitab suci pak bukannya disana disebutkan adanya setan?" tanya seorang sahabat.
Saya tidak meragukan adanya setan, namun itu bukan berwujud seperti hantu yang kita kenal, setan-setan itu adalah nafsu, kemelekatan, keserakahan, ego dan sejenisnya.
Mereka mungkin terasa menganggu kita namun semuanya ada bukan dari luar, itu terjadi karena kelemahan kesadaran diri, untuk itu tidak usahlah kita menyalahkannya.
Bahkan mereka tidak perlu dilawan, melainkan kita perlu terus menerus melatih diri untuk selalu eling lan waspada.
Untuk selamat, Hawa tidak perlu mematikan ular, ia cukup ingat akan perintahNya, yang membuat ia memetik bukanlah sang ular melainkan keserakahan yang ada di dalam dirinya.