Malam ini seorang diri saya di Ubud menikmati suasana tenang dan langit yang sangat cerah, mirip seperti ketenangan hati dan kecerahan pikiran setelah menyerap dharma talk dari Guru Gede Prama sepanjang hari tadi.

Ijinkan saya meneruskan berbagi pelajaran kedua dari gigitan semut yang amat berjasa itu.

Ia bagaikan seorang Guru yang menjelma menjadi semut, ia seolah tahu bahwa bagian yang ia gigit adalah bagian yang sedang meregang, bagian yang sedang saya perhatikan.

Ada jeda antara gigitan hingga memindahkan semut yang membuat saya mempunyai waktu untuk merasakan dan berpikir sejenak.

Saya membandingkan, biasanya kalau semut menggigit, seluruh atau paling tidak salah satu bagian tubuh langsung bereaksi keras, tidak jarang pula teriakan 'Aouuuww' terlontar, namun kali ini sakitnya sangat terlokalisir.

Ketika saya memperhatikan lebih dalam pada titik gigit tersebut rasa sakit tidaklah se-mengerikan sebelumnya.

Saya yakin hal yang sama juga terjadi dalam sisi kehidupan yang lain, ketika muncul masalah yang dirasa besar, seketika kita merasa dunia runtuh.

Reputasi hilang lah, tidak mungkin bisa mendapatkan kesempatan yang sama kembali, atau merasa percuma dan putus asa.

Padahal kalau mau jujur, masalahnya cuma satu saja, dan tidak nyata alias ilusi, yaitu ego.

Ada bagian diri (ego) yang tidak bisa menerima keadaan, lalu dengan lihainya ia menunjukan gamba-gambar mengerikan tentang masa depan atau apa yang akan terjadi.

Walau saya sudah pernah bangkrut lalu bangkit kembali, kebangkrutan kedua masih saja menakutkan, saya merasa hidup saya hancur dan tidak mungkin bisa bangkit lagi.

Bayangan, para sahabat menjauh, kembali akan menjalani rutinitas pagi sampai malam bekerja pada orang lain, tidak bebas, tidak punya tabungan untuk membeli yang diinginkan, cicilan tidak akan bisa dilanjutkan dan benda akan disita dan ratusan lainnya.

Walau semua bayangan itu akhirnya terjadi (faktanya tidak pernah), hidup yang dijalani tidak akan se-mengerikan bayangan.

Bahkan tidak jarang di suatu masa kita akan berterimakasih pada kejadian-kejadian itu.

Mirip seperti apa yang dikatakan komedian Jenius Charlie Chaplin "Life is a tragedy when seen in close-up, but a comedy in long-shot. To truly laugh, you must be able to take your pain, and play with it!"

Kalau kita mau memperhatikan lebih dalam ke dalam, sekali lagi 'Ke dalam' bukan seperti bayangan diatas, maka kita akan menemukan hal yang sederhana dan tak heran kita pun tertawa sambil tepok jidat.

Apalagi kalau kita mau melihat dengan pespektif lebih luas, kalau kita bisa membayangkan bahwa bumi yang besar ini hanyalah debu diangkasa semesta ini, maka seberapa besar masalah kita sampai berani-beraninya berkata 'Saya punya masalah besar'.

Lagian sebesar apapun masalah, sejatinya Anda jauh lebih besar daripada masalah apapun, selalu sadari yang digigit bukan seluruh tubuh tapi hanyalah bagian kecil dari tubuh.

Dunia ini mempunyai dua kutub, satu pisau bisa untuk berbuat baik juga berbuat jahat.

Di Tiongkok ada pepatah, 'Ketika angin datang, sebagian orang membangun tembok dan sebagian lagi mendirikan kincir angin.'

Begitupula Sebuah masalah yang datang memang bisa menumbuhkan ego baru yang lebih kekar, namun bagi mereka yang kebijaksanaannya sudah tinggi, masalah yang datang adalah kesempatan emas untuk melepaskan ego yang melekat.