Rejeki Itu Bukan Urusan Saya
Setiap kali posting jadwal berbagi, banyak sahabat baik melalui kolom comment atau pesan pribadi menanyakan kapan kelas tersebut diadakan di kotanya.
Saya tidak bisa menjawabnya, karena selama ini saya tidak pernah merencanakan untuk membuat tur berkeliling ke beberapa kota.
Kemana saya berbagi adalah sepenuhnya karena undangan dari pihak penyelenggara.
80% kegiatan saya adalah bersifat non bayaran, diganti transportnya atau diberi insentif sesuai budget.
Sisanya adalah pelatihan di perusahan-perusahaan yang sifatnya profesional.
Awalnya konsep perbandingan 80:20 ini hanyalah dalam bentuk niat, setelahnya saya menyerahkan sepenuhnya diri ini pada yang mengatur semuanya.
Saya tidak melakukan marketing, membuat proposal dan mengedarkannya bahkan kartu namapun tidak punya.
Setelah 8 tahun berjalan perbandingan permintaan sosial dan profesional tetap seperti yang di niatkan, Dengan kata lain semesta sempurna merespon kata hati.
Seorang sahabat yang telah lama tak berjumpa bertanya "Apa tidak rugi Bind, bekerja model seperti ini?"
Apakah kita mau berdagang dengan Tuhan, kata rugi menyiratkan bahwa kita tidak percaya pada hukum keadilan yang sempurna yang telah Ia ciptakan.
Lagian semua saya dapatkan gratis, kesehatan gratis, tubuh manusia yang gratis, kemampuan dan kecerdasan juga gratis, masa saya harus berhitung pada Ia yang super baik pada saya?
Apakah saya mendapat kembali yang saya dapatkan atau tidak itu bukan urusan saya, kalau masih dipercaya saya dapat lebih kalau tidak artinya ada tugas lain yang menanti yang perlu dilakukan.
Serasa malu sekali diri ini bila harus meminta harta lebih dan lebih, apalagi sesudah menyadari bahwa kelimpahan yang kita inginkan bukanlah benda, namun sebuah sikap di dalam yang di mulai dengan merasa cukup.
Seperti makanan yang masuk ke dalam mulut, bila kita tak mau berkata cukup, seluruh tubuh akan menderita, begitu juga dengan kehidupan, semua penderitaan berawal dari pikiran yang tak pernah merasa puas.