Identifikasi
Baru saja, sambil memegang panci, Kartika menawarkan sup labu yang akan dibuatnya. Dan saya mengatakan 'No, Thank You'.
Beberapa selang kemudian sewaktu saya ke dapur, ia bertanya kembali, "Masa kamu ngga mau supku? enak lho",
"Aku ngga mau supnya, bukan kamu" jawab saya.
"Sup adalah sup, sementara kamu adalah kamu, jangan mengidentifikasi diri dengan sup" lanjut saya.
Kita memang sudah belajar dan berkenalan dekat sekali dengan identifikasi, hampir tidak ada hari dimana kita tidak menggunakannya.
Identifikasi berasal dari kata latin yaitu terdiri dari dua kata Idem yg artinya sama dan ficare yg berarti menjadi.
Identifikasi artinya adalah proses untuk menjadi sama.
Ini supku, sup ini akulah yang membuatnya, seolah ada bagian diri atau 'Sang aku' yang masuk dan bercampur dengan adonan sup itu, sehingga bila seseorang memuji sup itu maka sang aku membumbung dan sebaliknya bila ada yang mengatakan sup itu tidak enak maka seseorang yang mencampurkan dirinya pada sup itu langsung sedih.
Dahulu sewaktu ada yang mengatakan, "Wah ubud itu enak ya, budayanya masih terjaga bahkan berkali-kali mendapat penghargaan sebagai desa terbaik di dunia", tiba-tiba saya merasa mengembang dan bangga.
Beberapa bulan berlalu "Bali sekarang kacau ya, sudah macet, sampah dimana-mana, apalagi Ubud sudah jarang terlihat sawah" langsung saya terjerembab dalam kekacauan emosi.
Awalnya saya melihat desa ubud yang wow, hebat dan super, ego saya ingin mendapatkan 'Wow, hebat dan super' itu, kemudian saya pindah ke Ubud.
Lalu dalam perjalanannya terjadi proses internal yang dimana saya menyepakatkan diri dengan Ubud.
Jadilah saya adalah ubudian, istilah orang asing yang menetap di ubud.
Saya merasa saya adalah bagian dari ubud dan ubud adalah bagian dari saya.
Saya tidak menjaga budaya apalagi mengembagkan budaya Bali, saya juga tidak membangun rumah yang menghilangkan sawah atau membuang sampah sembarangan namun anehnya saya menjadi bangga dan sedih.
Mari kita lihat situasi sebaliknya, saya memang mempunyai ibu dan bapak yang lahir di wilayah hukum yang disepakati masyarakat internasional bernama India,
sering saya mendengar pujian dan makian terhadap India, namun saya tidak mengidentifikasi diri saya dengan India maka sebutan apapun yang diarahkan pada India, termasuk 'India jorok, atau 'India anjing' sekalipun, semuanya tidak akan mengganggu saya.
Kita perlu menyadari, bahwa apapun yang diungkapkan orang lain pada saya sepenuhnya adalah refleksi dari apa yang ada di dalam dirinya bukan menunjukan siapa saya, bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan saya.
Gejolak emosi kita tergantung seberapa lekatnya kita mengidentifikasikan dengan objek yang dikatakan orang itu.
Disisi lain,perhatikan bagaimana masyarakat menyamakan dirinya dengan emosi yang saat itu sedang bergejolak. kata-kata "Saya marah", "Saya sedih", "Saya penakut" sangatlah jauh dari realita yang ada, Anda bukanlah marah, Anda bukan juga takut.
Lebih tepatnya adalah 'Ada bagian diri saya yang sedang marah' atau "Saya sedang mengalami rasa takut"
'Saya orang gagal' dan 'Saya orang sukses', perhatikan bahwa di kehidupan ini sukses dan gagal datang dan pergi, jadi untuk mengatakan bahwa sesorang adalah orang sukses dan yang lain gagal tentu adalah sebuah dilema.
Bila kita mau menggali dengan intensi mengenali diri kita lebih dalam dan melepaskan identifikasi yang kita buat, kita secara berangsur-angsur akan dibawa pada kesadaran yang lebih tinggi tentang prilaku orang lain.
Kita akan lebih memahami dengan melihat orang yang sama secara terpisah antara dia dan apa yang diperbuatnya.
Pada tingkatan ini kita akan sangat mengurangi penghakiman, kita tidak akan mengatakan "Dia seorang penipu" atau "Dia seoang penjahat".
Mungkin dia pernah mengambil uang Anda tanpa ijin, tapi disisi hidup yang lain mungkin dia adalah ayah yang sangat pengertian, suami yang sayang pada istrinya.
Saya sendiri menyadari serta mengakui bahwa diri ini sering berbohong namun juga terkadang berderma, tak tehitung banyaknya kekhilafan tapi sekali-kali juga sadar.
Kapan up dan kapan down.
Bila diri yang seperti ini sibuk ingin membereskan orang lain, kapan saya punya waktu untuk membersikan bathin yang penuh kekotoran ini?