Kopi Susu
Beberapa kali dalam sebulan ini ketika saya menggiling kopi, menyaring lalu menyeduhnya, ada yang bertanya "Lho pak masih minum kopi juga?"
"Iya" saya jawab, dan biasanya saya tambahkan candaan "Saya nakalnya cuma satu aja, yaitu minum kopi ini, tapi ya cari yang organik, buat sendiri dan tanpa gula"
Saya berandai-andai bila saya mengganti kopi dengan susu murni, mungkin banyak yang mengatakan "Wah, sehat betulnya minumnya"
Kopi memang telah mendapatkan penilaian yang buruk sejak lama apalagi terlalu sering disandingkan dengan belahan jiwanya, rokok.
Walau ia mengandung antioxidant tapi ia juga bersifat diuretic dengan ph yang asam.
Ada beberapa keuntungan namun juga tidak sedikit kerugian dalam hal kesehatan, wajar ia gagal mendapat julukan minuman kesehatan.
Bagaimana dengan susu?
Lihatlah bagaimana Jutaan orangtua banting tulang bekerja untuk membeli susu formula agar anaknya cerdas, sementara pemerintah pernah menganjurkan rakyat untuk menyempurnakan gizinya melalui cairan yang keluar dari puting sapi ini.
Hampir setiap orang yang ngopi sadar akan bahaya kopi namun berapa banyak orang yang sadar akan bahaya susu hewan?
Hiromi Shinya dalam buku terbarunya 'Manage your age.
Rahasia Anti-Aging ala Shinya- metode ampuh 20 tahun lebih muda.' yang akan diterbitkan tidak lama lagi oleh penerbit Qanita, menuliskan bahwa susu sapi mengandung banyak female hormones.
Menurut penelitian Prof Akio Sato dari Universitas Yamanashi anak-anak adalah generasi yang paling banyak mengkonsumsi susu sapi yang mengandung female hormones, dan masalah-masalah apa yang akan terjadi pada mereka setelah tumbuh dewasa?, mereka akan terkena penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon: kanker prostat, kanker rahim, kanker kandung kemih, kanker payudara, impotensi, mandul dsb.
Mungkin ada yang bertanya 'bagaimana sesuatu yang dulunya dikatakan bagus dan berguna tapi saat ini disarankan untuk dihindari?'
Kalau kita mau melihat jauh sedikit kebelakang, kita pasti akan menemukan bahwa ada masa dimana rokok dipersepsikan sehat.
Memang semuanya bermula dari kepentingan, bila yang mempunyai kepentingan mempunyai modal banyak apalagi menguasai media, maka dengan mudah mereka membentuk persepsi yang diinginkan.
Dalam bahasa marketing ada istilah 'Perception is more important than reality'
Persepsi adalah lebih penting daripada kenyataan.
Pertanyaan besarnya adalah "Darimana kita tahu apa yang kita ketahui atau yakini saat ini?"
Sebagian besar kita bukanlah peneliti yang langsung tahu apa yang terjadi, kita mengetahui sesuatu dari sumber sekunder atau bahkan dari desas-desus atau asumsi yang tak mempunyai data.
Apalagi ditambah kemalasan kita dalam mencari tau, dengan kata lain kita sudah meninggalkan rasa penasaran yang kita miliki sewaktu kecil di sekolah.
Pendidikan yang terpatok pada hafalan dan menjawab harus sesuai dengan yang diajarkan telah sukses membawa siswa untuk enggan berpikir dan melahap mentah-mentah apa yang hadir, termasuk yang muncul di iklan, apalagi sosok yang tampil adalah wajah tidak asing dengan pakaian jas putih ala dokter.
Kita semua tahu, Dokter yang sudah sejak lama menjadi figur otoritas dalam hal kesehatan, sayangnya sosok yang dipersepsikan paling mengerti tentang penyakit dan penyebabnya ini sudah terlalu dekat bergandeng tangan dengan kaum industrialis.
Paling tidak itulah gambaran Hiromi Shinya yang menurut saya terlalu berani ia tuangkan dalam bukunya.
"Sudah sejak dahulu diketahui bahwa semua obat mengandung racun dan efek samping. sedikit dokter yang berpikir bahwa ketika ia meresepkan obat, berarti sama saja ia memberikan racun kepada pasiennya" tulisnya, kemudian dilanjutkan.
"Jika keluarnya obat tidak sesuai dengan target, dokter tidak meraup keuntungan yang memadai"
Ya,... saya pun menahan nafas ketika pertama kali membaca kalimat diatas, mengingat yang menulis adalah juga seorang Dokter, namun tidak lama kemudian saya kembali diingatkan dari dalam, bahwa tujuan belajar bukan menjadi merasa paling benar dan menyalahkan apalagi memmbenci yang lain, namun bertumbuh menjadi lebih bijak dan lebih sadar.