Beberapa hari lalu sewaktu mendengarkan materi yang di sampaikan Bapak Haidar Bagir, beberapa kali emosi saya terpompa keluar.

Emosi disini bukan kemarahan atau kesedihan melainkan sebuah semangat tambahan, mirip seperti tambahan oktan pada bensin atau solar di tanki kendaraan.

Beliau kurang lebihnya mengatakan bahwa akar dari kata 'Azab' adalah sama dengan kata 'Manis' atau 'Rasa manis'.
begitu pula kata 'Siksa' yang selama ini dianggap jelek ternyata mempunyai konotasi yang baik.

Mungkin bagi banyak orang ini adalah hal yang bersebrangan dengan apa yang diyakini sebelumnya, namun bagi saya mendengar pelajaran ini semakin memastikan apa yang saya percayai.

Guru Gede Prama pernah berujar, bahwa yang sering kita anggap kesenangan, kegembiraan yang selama ini dinikmati oleh tubuh sebenarnya adalah tangisan bagi sang jiwa, sebaliknya penderitaan bagi tubuh adalah bagaikan polesan untuk jiwa agar semakin bercahaya.

HukumNya telah berjalan sempurna, seperti pepatah negri Tiongkok, 'Life is like an Echo' apa yang kita beri itu yang akan kita terima.

Seperti gravitasi yang menarik setiap benda ke bawah, tak perduli laki atau perempuan, Jawa atau Swedia, Hindu atau Kristen, meja atau gajah, hukum ini berlaku untuk segalanya, begitupula hukum lainnya, mereka punya keadilan yang sama.

Bila dalam hidup yang kita jalani saat ini, kita merasakan begitu banyak tantangan, maka ada baiknya kita tidak memberi judul sebagai ujian, cobaan, atau musibah.

Hukuman, bila selama ini dalam manusia sering berafiliasai dengan sebuah rasa marah, atau membuat efek jera, ternyata dalam semsta ini adalah bentuk dari berjalannya hukum keadilan tersebut, dalam istilah lain hal ini disebut konsekwensi alami.

Konsekwensi yang kita terima saat ini adalah hasil dari perbuatan kita dimasa lampau, dan konsekwensi apapun dalam hidup ini apakah membuat kita nyaman atau tidak, sadarilah bahwa semuanya adalah bentuk dari pelunasan.

Selama kita menyadari kehadiran hukum konsekwensi ini selama itu pula ketenangan menopang hati ini, kita tidak lagi membandingkan, berkompetisi, dan yang terpenting kita tetap merasakan keindahan tatkala ketidak adilan atau kejadian-kejadian diluar harapan berkunjung.

Kata 'Ditipu', 'Dikhianati', 'Disakiti' dan sejenisnya yang membuat diri sebagai korban tidak lagi masuk dalam kamus bathin ini, semua bertransformasi menjadi 'Beban yang berkurang' atau 'Hutang yang terlunasi'.

Tentu semuanya itu mempunyai syarat bahwa kita tidak membalasnya tapi menerimanya dengan ikhlas.

Mendapatkan dan kehilangan bukanlah 'Berkah' dan 'Azab' lagi, ia juga bukan 'Baik' dan 'Buruk', semuanya adalah guru yang hadir untuk memberi kita latihan pada jiwa untuk lebih berserah padaNya, pada hukum-hukumNya.

Sungguh, tidak ada yang lebih beruntung daripada orang yang ikhlas pada semua yang terjadi, ikhlas menerima saat mendapatkan dan ikhlas menerima saat melepaskan.