Kami sudah merasa nyaman di hotel sebelumnya, dan rencana akan memperpanjang lagi, tapi ketika chek secara online, harganya naik 50%.

Alasannya bulan memasuki bulan november selain udara di Chiang Mai semakin sejuk juga ada festival Loi Krathong yang terkenal itu.

Mau pindah kemana? belum tahu.

Sampai beberapa jam sebelumnya menemukan beberapa hotel di beberapa website yang sedang memberikan last minute discount, sesuai dengan wanti-wanti para sahabat "Jangan lupa baca reviewnya dahulu".

Kami pun membaca dan semakin bingung, ada yang bilang bagus ada yang bilang jelek, ada yang menyarankan ada yang melarang.

Sudah beberapa hotel yang ingin di ok in, tinggal pencet sekali tombol saja tapi batal, ada perasaan yang bilang jangan yang itu.

Akhirnya kehendak hati memilih hotel yang tidak ada reviewnya, lagu yang tergiang saat itu adalah "whatever will be, will be".

Tika Si Cantik sudah siap dengan packingnya yang rapi, entah bakat atau turunan, ngga anaknya, ngga ibunya semuanya hobi banget kalau urusan ringkes-ringkes.

Naik Tuk-Tuk dag dig dug karena pengemudinya tidak pernah dengar hotel ini, padahal kalau dipeta google jelas sekali, tanya-tanya juga ngga yakin yang ditanya padahal lokasinya secara peta hanya beberapa meter.

Alhasil, sampailah di sebuah hotel yang kinyis-kinyis, ternyata hotel ini baru dibuka kurang dari seminggu. Pantesan ngga ada yang review.

Begitu masuk recepcionistnya tidak menyambut dengan salam khas Thailand Sawadee-ka melainkan "No problem you can wear your shoes inside" :)

Karena kami adalah pelanggan online pertama di hotel ini maka kamar standart kami di upgrade jadi superior dengan balcony dan ruang yang lebih luas.

Bila banyak orang mengira kami beruntung, kami tidak percaya hal itu.

Di alam ini tidak ada keberuntungan begitu pula tak ada yang namanya kesialan, semua hanyalah waktu bertunasnya biji perilaku yang telah ditanam sebelumnya.

Bahasa kerennya 'Life is not happening to you, life is responding to you.'

Seperti biasa, hari-hari kami lalui dengan berjalan dan berjalan kembali, setelah pindah hotel ini perjalanan kami makin menggila, karena lokasi hotel yang memang menjauh dari keramaian dan mendekat kearah sungai.

Sabtu kami berjalan kaki ke saturday market dan minggu ke sunday market yang jarak tempuhnya sekitar 8 km pulang-pergi.

Berharap sekali Indonesia yang kaya raya ini punya pasar jalan model bazar di Chiang Mai ini.

Kami tertegun, karena jam 6 tepat tiba-tiba semua orang yang duduk berdiri, ibu yang sedang menawarkan kaos pada saya memalingkan pandangannya menghadap speaker yang sedang mengumandangkan sebuah lagu.

Semua orang berhenti ditempat, tidak ada yang berbicara selama hampir 40 detik, dunia seolah berhenti sejenak.

Mirip dengan adegan pilem yang dipencet tombol 'Pause'nya.

Pernah sebelumnya mendengar hal ini dari sahabat di Bali namun merasakannya jauh lebih mengesankan.

Satu kata : Amazing.

Kemarin ditengah teriknya matahari, Rigpa tertidur di kereta dorongnya, dan kami pun bersandar di tempat pijat ala Thai, kapan lagi pikir kami.

90 menit berlalu, pijat pun berakhir, dan Rigpa belum menunjukkan tanda-tanda sadarnya, kami pun meneruskan perjalanan.

Rasa enteng luar biasa terasa di kaki, yang berimbas pada tidak relanya membayar tuku tuk yang jual mahal.

Kami berjalan dan berjalan, berangkat jam 10 pagi dan balik jam 10 malam.

Istirahat sejenak sambil meluruskan sendi, melepaskan sumbatan yang terlilit di otot ternyata bukan hanya membuat tubuh ringan tapi juga terasa mendapat energi baru.

Hal yang sama juga terjadi di pikiran kita, kita memang tidur setiap malam namun pikiran seringkali terus berputar, bila kita mau menyempatkan barang sebentar untuk rehat maka tindakan ini seperti mengisi bensin yang akan menambah jarak pada pencapaian tujuan-tujuan seseorang.

Malam ini adalah malam ketiga dan besok seharusnya check out namun kami menambah lagi 3-4 malam, karena selain kami diperlakukan seperti tamu pribadi yang menginap dirumah seseorang, juga tempat ini tidak jauh dari sungai Ping dimana festival Loi Krathong akan dilaksanakan.

Festival Loi Krathong akan berlangsung 5-7 November 2014 ini, dimana setiap orang di bawah bulan purnama terakhir dalam tanggalan Thai ini, menuju sungai Yi Peng dan melepaskan sejenis hiasan berbentuk bulat terbuat dari bahan natural, biasanya daun pisang juga bunga-bunga dan diberi lilin dan dupa.

Tentu berbagai makna bisa diberikan dalam upacara seperti ini atau ritual lainnya, jika saya yang ditanya, jawaban saya sama seperti sebelumnya bahwa tindakan ritual yang berujung pada laut, seperti melasti di bali atau melarung ditempat lainnya adalah simbolik melepas.

Melepas semua keterikatan atau kemelekatan diri ini pada sesuatu yang ada di bumi ini.

Melepas sesuatu yang kita anggap buruk tidaklah memerlukan keahlian, namun bagaimana dengan yang cantik, yang kita suka.

Memang tidak gampang, mungkin untuk itulah upacara seperti ini diperlukan.

Ritual melepas bukanlah alat pendongkel yang serta merta mampu melepas ego kita yang lama tertancap, namun paling tidak ia bagaikan pengingat agar api semangat kita tetap menyala untuk terus berusaha dan berusaha.

Salam bahagia