Malam minggu kemarin, untuk kedua kalinya saya Tika dan Rigpa bertandang ke Saturday market.

Baru sepuluh menit berjalan, terpisalah kami, Kartika sendiri dan saya dengan Rigpa.

Di kerumunan saya dan Rigpa bolak balik mencari sang Ibunda namun nihil hasilnya, sementara HP dua-duanya ada di pihak saya.

Berdua kami menepi barang sejenak dan memutuskan keluar dari keriuhan orang yag memelotoin barang dan makanan yang terjaja.

Beberapa ratus meter, bapak dan anak ini berjalan menuju ke kedai makanan vegetarian, Morning Glory namanya.

Sejenak setelah memesan makanan, sepasang pria wanita yang duduk di dekat kami bertanya
"Bahasa apa yang Anda gunakan?".
"Indonesia" jawab saya, lalu disahut "Oh Bali"
"Pernah kesana?"
"Belum, masih dalam list, saya tahu Bali karena itu adalah satu-satunya bandara di Indonesia dimana kami bisa mendarat." jawab mereka.
"Dari negara mana kalian?" dengan rasa penasaran. "Israel" jawabnya.

Seperti yang terduga, pembicaraan menjadi panjang x lebar.
Ada begitu banyak pertanyaan dan penjelasan yang menggantung dan perlu diturunkan agar steadi otak ini.

Tentang sejarah, pandangan negara lain pada bangsa Israel, sampai konflik yang berkepanjangan.

Saya tidak akan bahas hal-hal yang kami bicarakan kemarin.

Saya tertarik berbagi tentang sikap mereka dalam diskusi dan menjawab pertanyaan.

Yang pertama tidak ada satu kalimatpun yang mereka bunyikan yang menyalahkan pihak lain pada apa yang terjadi, dan juga mereka tidak menganggap bahwa bangsanyalah yang paling benar.

Ada banyak kepentingan dari keduabelah pihak, dansejujurnya tidak diperlukan banyak uang atau sumber daya lainnya, melainkan niat tuluslah yang harus menjadi dasar bila perdamaian ingin direngkuh.

Walaupun Anda melihat orang Israel bersorak-sorai ketika pemukiman Palestina di serbu rudal, dan juga melihat Hamas atau sahabat Palestina melakukan serangan bunuh diri, semuanya itu hanyalah bagian kecil yang di blow up oleh media.

Sebagian besar, bahkan lebih dari 90% Rakyat Palestina dan Israel menginginkan perdamaian.

Kita ini satu saudara dan keadaan seperti sekarang ini , sunggulah tidak elok.

Kami pun bertukar alamat dan saling mengundang untuk menginap di rumah bila salah satu dari kami datang di negara tersebut.

Bagi saya sekeluarga, memang Israel dan semua tempat spiritual lainnya adalah masuk dalah prioritas utama negara yang akan kami kunjungi, sementara menerima tamu di rumah kami adalah sebuah kehormatan.

Saya tidak mempermasalahkan apa pun keyakinan atau berasal darimana orang yang saya kenal atau menginap dirumah kami.

Urusan agama atau keyakinan, adalah urusan yang sangat pribadi antara individu dengan penciptanya.

Lagian apa yang kita pikirkan sekarang sangatlah besar dipengaruhi oleh dimana kita lahir dan dibesarkan, dikeluarga mana kita lahir dan berita apa yang kita telan.

Kalau saya atau Anda lahir di Arab, atau di keluarga Yahudi pasti cara berpikir kita akan berbeda, bahkan terbalik 180 derajat.

Dengan menyadari hal diatas, bagaimana kita bisa membenci pihak atau kelompok lain?

Bukankan kita dan mereka diciptakan oleh tangan penuh kasih yang sama?

----

Oh Tuhanku, bila doaku yang menginginkan tidak ada perang lagi di dunia ini terlalu mengada-ada, permohonanku agar kehidupan bangsaku menjadi adil dan makmur terlalu muluk, atau permintaanku agar seluruh keluargaku hidup bahagia terlalu susah diterima, maka tolong satu keinginanku ini dikabulkan.
Berikan karunia padaku berupa kekuatan agar diri ini mampu melihat setiap makhluk sebagai saudara terkasih.