Dahsyatnya Kemelekatan
Ingin merasakan dahsyatnya kemelekatan?
Atau ingin menguji kekuatan sekaligus merusak pola makan yang selama ini Anda jalankan?
Datanglah ke kota kelahiran atau tempat dimana Anda dibesarkan.
Apalagi Anda masih dapat menemukan kedai atau warung favorit keluarga atau tempat dimana Anda berkumpul dan bertumbuh bersama teman-teman kecil.
Saat ini saya sedang menikmatinya.
Walaupun pagi-pagi sudah ngeblender smoothie sayur dan buah namun sejak semalam sudah memesan nasi pecel dengan special request peyek kacangnya menempel pada bumbu kacangnya.
Sambil nyeruput minuman kental berwarna orange, saya menyadari beberapa kali mata ini memandangi bungkusan pecel, ini baru mata bagaimana aktivitas pikiran di dalam?
Mirip seperti kebimbangan pelari 100 meter yang siap siaga menunggu bunyi ledakan tanda boleh berlari dan keinginan untuk mencuri start.
Saya juga menyadari bahwa garis batas yang saya buat dalam takaran makanan hampir selalu jebol ketika menghadapi hidangan buatan Ibunda tercinta.
Inilah dahsyatnya memori, kita mungkin berpikir bahwa tindakan-tindakan kita berasal dari pikiran yang muncul saat ini namun sebagian besar keputusan yang kita buat sangatlah terpengaruh oleh memori.
Dan kuatnya memori tak lepas dari emosi yang menopang dibaliknya.
Ketika menyantap makanan Ibu sewaktu kecil, tidak hanya rasa lidah yang sudah terbiasa pada racikan tersebut melainkan ada rasa aman, nyaman, energi perhatian yang besar, sentuhan, pandangan mata dan puluhan vibrasi lainnya yang menyertainya.
Otak sadar kita mungkin tak mengingat masa itu, namun semua hal itu sudah teraduk menjadi adonan yang kental dan lekat di bawah sadar kita.
Berbicara mengenai kuatnya memori ini sampai-sampai Khalil Gibran sang Penyair menulis "Kenangan adalah satu-satunya anugerah Tuhan yang tak dapat dihancurkan bahkan oleh maut sekalipun"
Sahabat serta Guru saya Ifan Winarno mempatutkan memori sebagai biang keladi, ini bisa kita lihat dalam hashtagnya #mencurigaimemori pada status-status nya yang mencerahkan.
Mumpung sedang di kota kelahiran hari ini saya meniatkan diri untuk bernapak tilas menyelusuri gang-gang sempit ke rumah-rumah dimana saya bertumbuh.
Hal bonus bagi saya bila sang pemilik rumah mengijinkan saya dan keluarga untuk menilik ke dalam.
Tujuannya bukan untuk mengenang kembali masa-masa dimana kami berenam, saya, ibu, bapak dan 3 kakak adik tidur di satu ranjang.
Atau melihat sumur dimana saya sering membuang benda apapun bila sedang gusar.
Hal utama pada apa yg akan saya lakukan adalah menyadari bahwa semua ini hanyalah memori yang tanpa sadar saya genggam, dan seperti kita tahu genggaman berkonsekwensi pada hilangnya kebebasan.
Dengan kata lain genggaman adalah cetakan buatan sendiri yg bukan saja mempengaruhi dan mengarahkan namun juga membentuk diri serta pandangan-pandangan saya pada kehidupan.
Menyadari, bukan membuang atau melupakan, menyadari adalah sadar bahwa walaupun kita semua tenggelam dalam tumpukan kenangan tapi kita bukanlah memori.