"Saya sedih sekali, ia meninggalkanku padahal aku sangat mencintainya"

"Aku lahir disini, makan dari hasil negeri ini,aku sangat mencintai negeri ini, jadi kalau ada yang meghina negeri ini, saya marah sekali"

"Saya sangat mencintai agamaku, saya tak segan-segan akan membunuh orang yang menjelek-jelekan agama dari Tuhanku ini"

Dengan kata lain, kesimpulannya bahwa kalau tidak sedih, tidak marah, tidak ada emosi yang meletup artinya tidak cinta.

"Wajar saya marah, karena saya mencintainya, kalau saya tidak cinta mana mungkin saya marah" kata seorang teman yang mengingatkan saya pada seorang suami yang menusuk kedua mata istrinya, memotong hidungnya dan menyobek mulutnya, dan di depan meja hijau pengadilan ia mengatakan bahwa ia melakukan itu semua karena ia mencintai istrinya.

Kalau kesedihan, kemarahan dan kebencian adalah konsekwensi dari memiliki Cinta maka dengan senang hati saya akan memilih tidak mempunyai Cinta.

Untungnya yang di atas itu bukan Cinta, malah semua itu adalah kebalikan dari cinta yaitu kemelekatan bersama ego yang mendasarinya.

Kalau cinta diartikan sebagai perhatian, dekapan, pujian juga layanan, kita sudah tersasar jauh dari cinta itu sendiri.

Kata "Aku tidak dicintai lagi" sering diartikan bahwa saya tidak mendapat pelukan, kata "I love you", diajak nonton, dibeliin hadiah lagi.

Semua perlakuan itu bukanlah cinta, berjuta rasa itu timbul dari terpenuhinya narkoba yang kita bawa dari memori dimanjakan semasa kecil.

Memang harus diakui, mindset lingkungan juga utamanya film, lagu dan media lainnya sudah berhasil membawa Cinta ke rana yang dangkal sekaligus jauh ke arah yang berlawanan.

Mirip seperti pedagang mainan asongan di pasar yang berhasil meredefinisi arti kata 'sayang anak' menjadi membelikan mainan atau benda yang diinginkan anak.

Lihatlah seseorang yang mengklaim jatuh cinta, perhatikan bagaimana proses itu terjadi?

Saya lebih senang menyebut orang tersebut mendapatkan spesifikasi yang klop dengan standar, harapan atau imaginasi yang diinginkannya.

Jika seorang pria mempunyai impian memiliki pasangan yang pintar, berambut cepak, gesit dan suka spiritual lalu bertemulah pria itu dengan wanita yang cocok dengan spesifikasi yang di buatnya maka jatuhlah ia dalam cinta.

Namun bila didalam perjalanan pria itu mendapatkan hal-hal yang berbeda dan melenceng jauh dari spesifikasi yang ia buat , maka ia akan mengatakan "Kamu berubah" dan cinta pun menguap.

Jadi pertanyaan besarnya, sebenarnya pria itu mencintai wanita itu atau spesifikasi yang ia buat dalam otaknya?

Begitupula dengan kebencian, ia hadir bukan karena prilaku orang lain namun karena ketidakcocokan dari apa yang terjadi dengan program yang terbenam dalam benak.

Apa itu Cinta?

Saya tidak bisa mendefinisikanya, cinta di atas penalaran pikiran sadar, ia tidak diwilayah yang bisa dinilai jauh diatas hitam dan putih.

Ia juga tidak tergantung faktor ekstenal apapun.

Selama kita masih bisa menabrakan cinta dengan benci, cinta dengan sedih, itu artinya kita masih jauh dari cinta.

Bagi saya Cinta adalah sebuah tingkatan kesadaran.

Setuju sekali dengan apa yang dikatakan oleh Leo Tolstoy "Cinta bukanlah sumber melainkan konsekwensi dari pemahaman kita akan keilahian, awal spiritual yang ada dalam diri kita semua."

Rumi dengan singkat mengatakan "Dari memahami cinta hadir"

Menemukan cinta adalah menemukan diri sendiri, ketika sadar bahwa ada jalinan tak terputus yang menghubungkan diri ini dengan semua makhluk dari sanalah cinta bersemi.

Tatkala sadar bahwa semesta adalah bagian dari diri, mau tak mau cinta menetap tak mau pergi.

Cinta, engkau terlihat dan terasa begitu jauh, setiap orang mencarimu diluar, dikeramaian, sementara engkau duduk senyap di tempat terdekat.

Salam Bahagia