Saya tidak percaya Jesus menderita di kayu salib, Ia mungkin merasakan kesakitan yang amat namun bukan penderitaan.



Sakit adalah fisik sementara penderitaan adalah masalah mental.
Mirip seperti sepi dan kesepian. 


Banyak orang yang sakit dan menderita, namun hari ini anehnya kita juga melihat orang yang tidak sakit apapun juga menderita.



Mengapa saya yakin kalau Jesus tidak menderita, karena orang menderita tidak sanggup untuk memikirkan orang lain.
Dengan kata lain orang yang menderita hanya memikirkan dirinya sendiri.


Dengarkan apa yang dikatakan Jesus di tiang salib, "Ampunilah mereka Bapa, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat"
.
Jesus tidak marah apalagi menanam dendam, Ia sepenuhnya sadar bahwa orang yang tidak suka dengannya tidaklah salah, hanya sedang tidak sadar.


Mereka melakukan penyaliban karena cintanya pada keyakinan yang digenggam dalam kepalanya.



Setiap tahun jutaan orang memenuhi gereja di hari dimana Jesus disalib tentu bukan untuk menghujat atau membenci yang melakukan perbuatan tersebut sebaliknya, kita ingin mencontoh Jesus yang telah mempraktekkan sebuah kasih yang sempurna.


Begitu pula pada jutaan rumah terpampang salib dengan berbagai ukuran pastinya bukan bertujuan untuk pamer bahwa saya adalah muridnya yang akan diselamatkan namun tidak mau melakukan ajarannya.



Pergi ke tempat suci, membaca buku suci dan mengganggap diri lebih suci dari yang lainnya bukanlah tujuan para suci.
Mereka ingin kita menjadi sadar, mengerti akan tugas utama kita sebagai manusia yaitu mengasihi sesama seperti mengasihi Pencipta.


Kalau ras manusia sudah mendeklarasikan bahwa manusia adalah makluk termulia sudah selayaknya kitalah yang menjadi pelopor dalam menjaga, merawat, dan menyayangi sesama, bukan hanya sesama manusia melainkan juga sesama ciptaan.



Rumi pernah mengatakan "From Understanding Comes Love". 
Mengerti bahwa seluruh alam semesta adalah satu tubuh yang sama akan membawa kita pada kesadaran yang melewati "Aku dan Kamu"

.

Seorang pemain sepak bola yang bertabrakan dengan lawannya selain rasa sakit juga akan mengalami penderitaan karena marahnya, namun ceritanya akan sangat berbeda bila mengetahui bahwa yang menabraknya adalah pemain dari satu timnya.
Mungkin rasa sakitnya tetap namun ia tidak menderita.


Begitu pula disaat tangan kiri gatal dan tangan kanan menggaruk hingga luka, tangan kiri tidak marah karena sadar keduanya adalah sebuah tubuh yang sama.



Jesus telah memberi contoh kesadaran ini 1980 tahun yang lalu, didalam lingkaran kasih tidak terdapat ruang kebencian.

Semuanya adalah satu keluarga, diciptakan oleh tangan yang sama. 


Ketika kita menyakiti orang lain, kita menyakiti diri sendiri, dan disaat kita meyenangkan yang lain, disaat yang sama kita sedang membahagiakan diri sendiri.



Selamat memperingati Jumat Agung