Hari ini makan jeruk ada ulat, kemarin ulat yang bergeriliya di alpukat, sementara minggu lalu kita mengungsikan ulat bulu yang ada di kebun depan rumah.


Dua minggu lalu sewaktu makan di sebuah resto yg sangat populer di ubud, seekor ulat tergeletak tak bergerak di brokoli rebus yang dihidangkan.


Kami memanggil pelayan dan memberitahukannya, pelayan menjadi gugup dan berubah pucat rona wajahnya.
"Tidak apa-apa Mbok, ini artinya bahwa resto ini menggunakan sayur organik, buktinya ulat aja mau makan ini"

.

4 kejadian diatas membuat saya menyerah.
Saya selalu teringat dengan cerita 'Semut dan Ulat' yang tertulis di bab awal buku Happiness Inside, bahkan sejak beberapa minggu lalu ketika semut sedang 'Menggila' dirumah kami, 

silakan menikmati, semoga bermanfaat

.

Semut dan Ulat.

Buah campur adalah menu tetap di setiap sarapan pagiku, tetapi hari ini ada yang istimewa, sewaktu asyik menikmatinya seekor ulat kecil berwarna merah yang lucu keluar dari timbunan buah yang tersusun tidak rapi di piring bundar.
Tak lama lagi seekor yang lain muncul.

Terus terang, saya terkejut melihat reaksi saya yang tidak kaget melihat ulat yang tiba-tiba muncul tersebut. 


Saya ingat sekali beberapa tahun yang lalu kejadian yang hampir sama pernah saya alami dan waktu itu saya memutuskan untuk tidak melanjutkan makan buah itu lagi.

Sama sekali tidak terlintas perasaan jijik, malah sebuah perasaan senang bahwa sarapan pagi ini saya nikmati beramai-ramai. 


Saya merasakan suatu perasaan yang sulit digambarkan, saya melihat bahwa ulat tersebut dan saya diciptakan oleh Pencipta yang sama, dan kita sama-sama sedang mengambil energi dari buah yang sama untuk kelangsungan hidup masing-masing. 


Ini mengingatkan saya sewaktu baru saja saya pindah ke Ubud di mana kamar yang saya tempati sering dilalui banyak semut.

Semut dengan berbagai ukuran itu mucul dengan tiba-tiba. Awalnya saya jengkel dengan ke hadirannya, 
saya merasa terganggu, mulai dari cairan sampai kapur pengusir serangga sudah saya gunakan untuk mengusirnya.

Sampai suatu saat, ketika saya ingin mengusirnya ada sesuatu yang berbicara dalam diri saya, mungkin itu yang dinamakan suara hati dan berkata 
"Tunggu dulu, mengapa kamu marah?" diri saya yang lainnya menjawab, "Ya dia sangat menggangguku".

Kemudian yang pertama langsung mendebat, "Siapa mengganggu siapa? bukankah semut-semut itu sudah ada sebelum kamu di sini atau bahkan sebelum kamar ini dibangun?",
"Dan lagian semut-semut itu kan hanya mencari makanan".
"Dia bukan mencari tapi mencuri," kata yang kedua.
"Bukankah kita manusia juga mencuri? Kita mengambil buah dari pohonnya, bahkan kita mengambil nyawa dari hewan untuk memenuhi kepuasan lidah kita, jangan karena mereka tidak mengenal uang kau bilang mereka mencuri, semut juga bekerja, mereka pasti mempunyai fungsi di alam semesta ini, sama seperti ulat yang menggemburkan tanah dan untuknya mereka mendapat upah makanan berupa buah dari pohon."



Sering sekali hal ini terjadi, Pergumulan saya dan diri saya yang lain ini awalnya sering membuat saya frustrasi, mereka sama-sama mempunyai alasan yang kuat, mereka sama-sama pintar memberikan argumennya, namun di sisi lain pergumulan ini sangatlah mencerahkan, membuat saya melihat segala sesuatunya dari perspektif yang lain, sisi yang beda, yang lebih terang dan lebih luas.



Sewaktu di sekolah kita pasti pernah belajar tentang evolusi, evolusi dari satu bentuk kera ke bentuk kera yang lain juga hewan-hewan yang lain.

Evolusi yang kita pelajari di sekolah adalah evolusi fisik.

Selain evolusi fisik ada namanya evolusi pikiran, yaitu sebuah perubahan secara bertahap dalam tingkat pemikiran kita. 


Perubahan ini bukan dari tidak tahu menjadi tahu tapi lebih dari sekadar tahu, lebih juga daripada mengerti atau paham tetapi sadar. 


Bila seseorang tahu dan mengerti namun belum melakukan apa yang dia pahami, saya menyebutnya ia belumlah sadar. 


Saya tidak mengetahui mekanisme secara terinci dalam diri seseorang bagaimana evolusi pikiran ini bisa tumbuh.

Yang saya tahu adalah evolusi ini tumbuh dari dalam bukan dari luar, walau sering kita mendengar bahwa banyak faktor luar yang dapat mengubah seseorang. 


Ada yang mengatakan kita bisa mendapat tingkat berpikir yang lebih baik dengan cara belajar dari buku atau guru yang luar biasa.

Ada juga yang berpendapat bahwa pengalaman yang besar atau mengejutkan akan mengubah seseorang.

Seperti berdampingan dengan kematian misalnya seseorang langsung tersadar dan berubah, kemudian orang tersebut melihat hidup dengan cara yang lain, melihat begitu berharganya setiap tarikan napas.


Ya, benar sekali, kejadian eksternal akan meningkatkan cara berpikir seseorang bila ditambahkan sebuah syarat, dan syarat penting itu adalah bila orang yang mengalami sebuah kejadian mengambil pelajaran darinya. 



Bukan kejadian yang mengubah seseorang tapi orang tersebut yang mengubah dirinya sendiri dengan mengambil sesuatu pelajaran dari kejadian itu.

Begitu pula bukan buku atau orang lain yang mengubah seseorang namun pelajaran yang diambil dari buku yang di baca atau orang lain yang ia kenali nya lah yang mengubahnya. 


Peran seseorang dalam mengambil pelajaran inilah yang terpenting dalam mengubah dirinya, dan inilah yang menjadikan kita mempunyai tingkatan berpikir lebih tinggi lagi. 
Dan dengan cara inilah evolusi pikiran terjadi. 


Bila terjadi evolusi dalam tingkat pikiran, pastilah kita akan melihat dunia dengan cara yang berbeda, bahkan sesuatu yang dulu di anggap sebagai masalah, sekarang mungkin sebagai kesenangan, seperti contoh ulat dalam buah tersebut. 



Albert Einstein seorang ilmuwan yang abad ini dinobatkan sebagai man of the century versi majalah Time pernah menulis "Masalah penting yang kita hadapi tidak dapat kita pecahkan pada tingkat berpikir yang sama seperti ketika kita menciptakan masalah tersebut," tingkat berpikir yang lebih tinggi adalah hal yang wajib diperlukan untuk memecahkan masalah. 


Contoh sederhananya adalah sewaktu kita duduk di bangku sekolah dasar misalnya, semua pelajaran kelas 1 SD pada saat kita di kelas 1 SD terasa sangat sulit.

Namun, ketika kita naik ke kelas 2, kesulitan di kelas 1 sudah tidak terasa lagi, apalagi ketika kita naik ke kelas yang lebih tinggi lagi. 


Atau pernahkah Anda membaca sebuah buku dan Anda tidak mengerti apa yang Anda baca, dan setelah beberapa waktu Anda membaca lagi dan mengerti apa yang dimaksud oleh buku tersebut?
Bila ya, itu artinya bahwa sewaktu kali kedua Anda membaca, cara atau tingkat pemikiran Anda sudah berubah. 


Begitu juga di kehidupan, masalah hanya terjadi ketika tingkat kemampuan seseorang tidak lebih tinggi daripada masalah tersebut.

Di saat tingkat pemikiran sudah di atas masalah maka semuanya terlihat bukan sebagai masalah.



Nah, ketika sebuah atau beberapa masalah datang berulang-ulang dalam hidup kita, kita mempunyai pilihan untuk mengeluh, menyalahkan orang lain, atau menghindarinya, atau kita ambil pendekatan yang lain yaitu kita mencoba belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan level berpikir kita, sehingga yang kemarin menjadi masalah hari ini menjadi sebuah kesenangan. 


Ingatlah di saat kemampuan kita kecil, masalah terlihat sangat besar dan begitu kemampuan kita besar masalah-masalah tersebut menjadi pernak-pernik kecil yang membuat kehidupan tampak berkilau.