Twit ini menjadi sangat menarik karena yang menyampaikan adalah seorang pemimpin agama.

Secara pribadi saya sangat setuju dengan pemikiran beliau, bahwa kita perlu mengubah cara hidup dengan pendekatan yang berbeda.

Selama ini sering sekali saya mendengar bila ada sebuah kasus, dari yang diperankan oleh oknum sampai yang beramai-ramai seperti kerusuhan masal, solusi yg ditawarkan adalah peningkatan akhlak melalui jalur agama.

Ketika saya kejar tentang bagaimana cara real nya, jawaban yang paling banyak adalah melalui ceramah, berdoa bersama atau ritual-ritual fisik.

Teringat sebuah kata bijak anonim "Anda tidak memerlukan agama untuk menjadi manusia bermoral. Jika Anda tidak mampu membedakan baik dan buruk, artinya Anda kekurangan empati bukan pengetahuan agama"

Sampai disini mungkin ada yang menyimpulkan saya anti agama, tidak mengapa, seperti sebelumnya saya juga tidak merasa terganggu dengan beberapa orang yang belum pernah bertemu namun berani menjuluki saya atheis.

Hubungan denganNya biarkan saya sendiri yang mengetahuinya.

Agama adalah karunia yang teramat besar bagi seluruh umat dan semesta.
Seperti karunia lainnya, apalagi yang besar membuat yang memiliki atau yg diberi mandat menguasai cenderung memanfaatkan untuk kepentingannya.

Lihatlah alam ini, manusia mengakui bahwa dirinyalah yang diberi kuasa, namun bukannya menjaga, merawat atau memperbaikinya, kita malah menjadi aktor penghancur, pencemar, dan penjagal utama.

Karunia seringkali menjelma menjadi kutukan.

Lihatlah nasib dari hewan-hewan pemilik bulu terindah, negara-negara yang empunya sumber daya alam terbaik
Kembali ke agama, saya setuju bahwa kita perlu mengubah pendidikan yang bertumpu pada kebanggaan golongan yang hanya melantangkan "Inilah jalan terbaik" dan sering menumbuhkan ego dan menumpulkan jiwa, melalui pendekatan latihan, yaitu menjadi pelaku aktif, menjadi contoh, menjadi teladan.

Kita perlu juga mengusahakan pendidikan yang terfokus ke dalam, bukan terpicu dan bergerak gesit ketika dilihat agar mendapat pujian dan penghargaan.

Bahkan dalam hal berdoa dan memberi sedekah, saya setuju dengan apa yang diungkap Kristus pada Mathius 6, agar masuk ke dalam kamar ketika berdoa dan tangan kiri tidak tahu ketika tangan kanan memberi.

Kita rasanya perlu mengurangi pengarahan yang menakut-nakuti agar orang lain tidak melakukan sesuatu atau memaksakan kepatuhan dengan ancaman, sebaliknya kita perlu mendengarkan, mengerti memahami agar cinta bersemi di dalam.

Dan untuk semuanya, sekali lagi penularan dan perubahan bukan dengan ceramah yang hanya mengisi sisi intelektual saja, budi pekerti, moral, tingkah laku dan spiritual mengalir melalui hubungan antar manusia yang dalam.

Dengan mendengar kita memelarkan pengertian, dengan hadir penuh kita terhubung dan dengan kesadaran utuh kita bertumbuh.