Sengaja saya menulis diatas jam 12 malam, karena melewati tanggal 30 juli 2013 artinya saya melewati 1 tahun menjadi Sole Men, sekolompok orang yang berjalan telanjang kaki sebagai solidaritas bagi anak-anak terlantar di Indonesia.

Ada banyak cerita lucu mendekorasi lukisan perjalanan tanpa alas ini, salah satunya adalah Marahnya seorang pimpinan pondok pesantren yang mengundang saya kepada stafnya ketika melihat saya tidak menggunakan alas kaki. Ia mengganggap staf yang ada lalai menjaga keamanan sekitar sehingga alas kaki saya bisa hilang.

Tapi semua cerita lucu tersebut adalah pernik kecil dibandingkan dengan pelajaran besar yang saya ambil yaitu "Take Action"

Jutaan hasrat terdalam kita untuk kebaikan dunia yang ingin kita wujudkan tenggelam dalam lautan ketakutan.

Socrates yang agung pernah berkata "Hidup yang tidak direfleksikan tidak pantas dijalani".
Walaupun ada banyak makna dari apa yg dikatakan Guru dari Plato ini, saya mengartikan kata "Merefleksikan" dengan arti "Membuat hasrat yang ada didalam terwujud nyata diluar"

Memang selalu banyak pertimbangan dan ketakutan yang mengetok pintu pikiran dan menjelma menjadi kecemasan dan kegelisahan, namun semua memudar ketika kita mengambil langkah untuk menjalaninya.
Seperti para bijak berkata bahwa "Sebagian besar kecemasan akan kemalangan yang akan terjadi, kemungkinan tidak akan terjadi" adalah sebuah kebenaran.

Semua ketakutan, dari aspal yang panas, paku berkarat, tolakan hadir di beberapa tempat atau acara yang mendekap saya dengan erat melepaskan diri satu persatu sejalan dengan waktu yang berguling.

Semua tidak terbukti, sampai sekarang mulai masuk ke Mal, perkantoran sampai ke kondangan pernikahan mulus-mulus saja.

Panas aspal diawal-awal memang terasa tapi sekarang kebal sejalan tebalnya kulit kaki.

Terinjak benda tajam baru terjadi setelah ratusan ribu langkah saya jalani, tepatnya di bulan ke sembilan, itupun hanya steples yang tidak membuat luka apalagi berdarah.

Darimana saya mendapat keberanian untuk memulainya?
Tentu karena kekaguman saya pada sahabat-sahabat yang tergabung dalam Indonesia Sole Men dalam meringankan beban dari begitu banyak anak terlantar di Indonesia, namun dari semuanya, hal yang paling penting dan berarti bagi saya dalam memutuskan untuk memulai langkah tidak biasa ini adalah dukungan penuh dari Kartika Damayanti.

Mungkin sekali ada ketakutan tentang masa depan di dalam dirinya yang saat itu sedang menghitung hari keluarnya Rigpa anak kami dari rahimnya.
Memang saya juga sudah mengutarahkan bahwa ada kemungkinan perusahaan-perusahaan yang mengundang saya untuk berbagi yang dimana itu adalah sumber utama kehidupan kami akan berpikir ulang ketika mengetahui pembicaranya hadir tanpa sepatu.

Tapi itulah Luar biasanya, tanpa bertanya apapun, ia mendukung sepenuhnya apa keinginan saya.

Dan untuk dicatat, ini bukan sebuah hal "aneh" pertama yang saya lakukan, Tika seolah selalu ingat akan tujuan utama mengapa kita menjalin hubungan, yaitu yang tercetak di halaman awal kalender abadi, souvenir pernikan kami.

"The Purpose of Our Relationship is to lift our lives to the highest potential and at the same time, nurturing the spiritual growth of another"

Sudah tak terhitung banyaknya diri ini melihat dan mendengar buntunya dukungan yang diharapkan dari orang-orang terdekat, baik dari orangtua ke anak, suami ke istri, kawan ke sahabat atau sebaliknya.

Malah kecendrungan yang banyak terjadi adalah semakin dekat hubungan emosional semakin kuat kekangan yang dilakukan.

Tidak ada salahnya memberi nasehat, saran atau arahan, namun yang terpenting adalah memberi ruang yang cukup bagi orang-orang terdekat kita untuk bertumbuh sesuai dengan takdirnya.

Sekarang waktunya mengambil tindakan, bukan tidakan menyalahkan orang terdekat yang tidak pernah mendukung, atau melakukan pembenaran bahwa diri ini tidak berhasil karena tidak adanya dukungan, bahkan bukan juga dengan memforward dan men-share status ini ke orang-orang terdekat dengan tujuan mendukung diri, satu-satunya hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah mulai memberikan dukungan penuh beserta ruang bertumbuh pada orang-orang terdekat.

Tepat setahun berlalu, Tika telah menanam sebuah "Titik Waktu" di dalam hati ini, ia menyiraminya setiap saat, tanpa pernah merasa malu dengan tetap menggandeng suaminya yang "cekeran" kemana-mana.

Terimakasih Guruku atas semua pelajaran tanpa kata ini, semoga murid yang banyak bicara ini mampu menjalankan pelajaran besar ini.