SEMUA BERAWAL DARI KEBENCIAN SAYA PADA POLISI..
Semua berawal dari kebencian saya pada polisi.
Pernah saya menulis pada status tentang asal trauma saya dengan petugas berpakaian coklat ini.
Yaitu karena berita negatif, makian, umpatan pada polisi yang saya dengar setiap pagi dan sore dari pak pengemudi yang mengantarkan saya ke sekolah jaman SD dulu.
Hal ini menyebabkan setiap kali berhubungan dengan polisi darah saya mendidih, bahkan Kartika sampai tidak bisa mengenal orang yang disebut sebagai suaminya ini.
Tahun lalu di bandung saya ditangkap, diantara perdebatan dan ditilang, saya sudah mengantongi beberapa senjata berupa pernyataan yang 'Salah' dari polisi tersebut yang tentu bisa saya gunakan untuk menggagalkan penilangan.
Namun di saat suasana hati yang siaga satu itu saya memutuskan untuk mengakhiri konflik yang terjadi dalam diri saya dengan image polisi.
Berbekal kemarahan yang masih berbekas keras, saya masuk kedalam diri dan memeluk lembut bongkahan energi yang menyumbat dan membara itu.
Belum sempat saya menjalani sidang, seorang sahabat mempertemukan saya dengan AKBP Candra, kapolres Belitung yang telah mengenal saya lewat buku Happiness Inside
Dengan penuh dedikasi dan pemikiran yg terbuka beliau mengundang saya untuk berbagi di Polresnya dan berlanjut berbagi di Mabes Polri bulan lalu.
Dan semalam dalam Rapat Kerja Teknis SDM se indonesia, dihadapan 6 perwira yang berbintang dan ratusan yang berpangkat melati saya kembali menekankan apa yg terlihat di slide yaitu untuk memeluk emosi yang bergejolak.
Waktu sudah membuktikan banyaknya kerugian akibat memendam atau melampiaskan rasa tidak nyaman itu.
Kemarahan bukan musuh, kebencian bukan untuk dilawan, mereka adalah bagian diri kita yang sedang meronta, yang sedang menderita, mereka seperti kita semua, memerlukan cinta yang lebih banyak.