Setiap posting atau berbicara kesabaran, selalu ada yang berkata,
"Kita manusia Pak, jadi namanya sabar kan ada batasannya",
"Ngga bisa kita terus-terusan sabar kan?" atau
"Kalau kita selalu sabar, nanti lama-lama kita sendiri yang kecapekan"

.

Bila seseorang mau marah dan kemudian orang tersebut bisa menahan emosi yang akan meledak tersebut, kita sering menyebutnya sebagai orang sabar.


Kata "Sabar" sangat jauh dari arti menahan amarah, seseorang yang sabar mempunyai mekanisme dalam dirinya dimana gesekan ego yang menimbulkan api kemarahan tidak terjadi.


Sebaliknya kata "Sabar" dan "Sadar" sangatlah berdekatan, hanya manusia sedang sadar yang bisa bersabar.



Mereka-mereka yang menyadari gerak pikiran, mereka yang menikmati proses dan juga mereka yang hidup di saat ini (present moment) adalah orang orang yang sadar, mereka tidak menuntut hidup harus terjadi sesuai dengan keinginannya, namun ia tunduk dan mengalir dengan hasrat dari semesta.



Orang yang sabar bukan orang yang sekedar menahan ketika tekanan datang namun memanfaatkan tekanan untuk meningkatkan kemampuannya.


Mirip seperti pepatah Tiongkok yang berbunyi "Ketika badai datang, sebagian orang membangun tembok, sebagian lagi mendirikan kincir angin".



Mereka yang menahan juga pastinya membenamkan emosi adalah bagaikan mereka yang menanam ranjau di hatinya sendiri, yang suatu saat bila tercolek akan meledak.



Seseorang yang sabar sangat menyadari bahwa kemarahan tidak terjadi karena sebab dari luar, kemarahan timbul 100% karena sebab dari dalam. 


Dengan kata lain tidak ada seorangpun atau kondisi apapun yang mampu membuat seseorang marah, semua kemarahan terjadi karena kita ingin dan bahkan memaksakan kondisi tertentu, dan kita semua tahu bahwa keinginan sumbernya dari dalam.



Disini bukan saya mengatakan kita tidak boleh berkeinginan, kalau saya tidak punya keinginan maka tidak mungkin tulisan status fb ini ada.

Keinginan adalah hal yang wajar dan alami, namun yang menjadi tantangan adalah apakah kita mampu untuk tidak melekat pada keinginan tersebut?

Dengan kata lain mampukah kita ikhlas menerima kejadian yang berbeda bahkan bertolak belakang dari apa yang kita harapkan?



Jika seseorang memahami pikirannya, tidak hanya sekedar tahu atau mengerti secara intelektual, maka orang tersebut juga akan mampu mengerti apa yang terjadi disekitarnya.

Orang-orang ini tidak memerlukan usaha mati-matian merubah hal diluar, ia hanya fokus dan fokus untuk merubah didalam.



Ketika didalam beres maka tidak ada satu halpun diluar yang bisa membuat kita marah, sebaliknya tatkala di dalam kacaubalau maka apapaun yang terjadi diluar akan terlihat amburadul.



Dibandingkan dengan diluar, memahami apa yang didalam tentu jauh lebih sulit, karena kita tidak terbiasa melihat kedalam, apalagi memahami tentang kesabaran.

Untuk menjadi ahli sabar syarat utamanya adalah kita harus memahami semua hal lainnya, dengan arti lain kita harus sabar meniti satu-persatu bagian dalam diri.



Kita bisa melihat sebuah simbolik sempurna didalam Islam dimana Asma-Ul Husna atau 99 Nama Allah yang dilambangkan dengan 99 butir yang membentuk tasbih.


Kesabaran (Al Sabur) berada di paling akhir, yang saya artikan bahwa untuk mencapainya kita perlu perjalanan panjang yang memerlukan kesabaran untuk melewati 98 lainnya.


Dan satu lagi bahwa setelah Al Sabur, butir selanjutnya kembali bertemu dengan yang pertama Al Rahman (Maha Pengasih).

Sabar dan kasih sangatlah berdekatan, maka itu tidak salah kalau ada pepatah yang berbunyi bahwa "Orang sabar itu dikasihi Tuhan."