Reptil vs Neo Korteks
"Apa-apaan ini, sudah setengah jam kok makanan tidak keluar-keluar, ini sama sekali tidak profesional.- hai, kamu sini, mana manager kamu?, kamu itu bikin saya kecewa - pantes tempat ini sepi - tau ngga siapa saya? kalau kamu kerja ditempat saya, sudah saya pecat dari dulu", bandingkan, "Pak, saya sudah menunggu lebih dari 30 menit, dan makanan belum datang. saya pemilik rumah makan di dekat sini, bila tidak keberatan saya punya beberapa saran dan tips yang sudah kami lakukan yang menjadikan tempat kami selalu terpilih menjadi yang terbaik".
seorang sahabat menyahut "Kalau lagi keadaan senang sih kita bisa seperti contoh kedua, tapi pas lagi lapar-laparnya, rasanya ngga mungkin ada orang yang bisa sabar begitu, belum tentu 1000 banding 1, mungkin hanya Nabi dan Wali saja yang bisa begitu."
Manusia disebut makhluk termulia nan tercerdas, salah satunya karena mempunyai otak neo korteks yang terbesar dimana ada logika, rasio, berpikir kedepan, kerjasama, cinta, welas asih, senang melihat makhluk lain senang dan sisi-sisi spiritual lainnya.
Namun sayangnya secara sistem kita tidak dilatih untuk memanfaatkannya, sebaliknya kita sering menggunakan otak tua atau sebutan lainnya adalah otak reptil dimana bersaing, melihat kelompok lain sebagai musuh yang perlu dikalahkan, ego yang kuat adalah kompetensinya.
Dengan menggunakan otak reptil, para ortu memandang dunia dengan ketakutannya, gambaran dunia sebagai stadion perlombaan memaksa dirinya untuk mempersiapkan anaknya dengan berbagai keahlian untuk menang dalam persaingan.
Sekolahpun ingin mendapatkan penghargaan tinggi sebagai sekolah terbaik sehingga mendorong anaknya untuk bersaing dengan sistem rangking dan punisment & reward.
Belum lagi ketidaksukaan pada negara yang pernah menjajah juga kebencian pada agama, etnis atau ras tertentu diajarkan baik langsung ataupun secara terselubung pada anak yang masih murni.
Apapun kemasannya, selama dasar pemikirannya 'Saya yang harus menang' 'Mereka yang salah' 'Pihak yang berlawanan adalah musuh' maka ada ego kuat disana.
Seseorang ingin menonjol, terlihat hebat karena Ia tidak merasakan keterhubungan diantara semua makhluk, ketika kita sadar bahwa ia yang kita lawan, yang kita benci, yang kita takuti adalah diciptakan oleh Pencipta yang sama maka keinginan untuk berbagi, membantu, bekerjasama hadir dari dalam.
Pendidikan kita selayaknya terfokus ke dalam, menumbuhkan cinta pada semua makhluk bukan mencari kesalahan pihak lain agar diri terlihat benar, mengkritik agar terlihat hebat.
2014 negara ini hampir saja terbelah, setahun setelahnya masih banyak kebakaran berupa amarah yang masih membara, kebencian bagai duri masih tersebar seperti ranjau dalam hati.
Baik yang terpilih maupun tidak, sibuk hari-harinya diisi dengan mencari dan menyebarkan kesalahan pihak yang bersebrangan.
Gibran pernah berkata "Adakah kesalahan-kesalahan yang lebih besar kecuali memikirkan kesalahan-kesalahan orang lain?"
Inilah jaman dimana manusia berharap bisa mengalahkan kemarahan dengan kemarahan, kebencian dengan kebencian.
kita perlu menyadari bahwa sebelum menggores pihak lain, kemarahan dan kebencian pasti sudah mencabik dan menghanguskan hati kita.
Manusia adalah puncak ciptaan yang penuh berkah, kita semua telah diberikan karunia, ada yang berupa kekayaan, kepintaran, keahlihan, kekuatan, kesabaran dan lainnya, saya percaya semua itu adalah untuk saling melayani, bukan sebaliknya, merasa lebih hebat dan mengolok-olok yang dianggap salah dan bodoh.
Untuk semua sahabatku, apapun keyakinanmu, apakah kau bersembayang di masjid, berdoa di gereja, bersujud di vihara atau menangkupkan tangan di pura, yang menghalangimu denganNya bukanlah ruang dan waktu melainkan kemarahan dan kebencian yang kau bangun.
Ada begitu banyak ritual yang berbeda dalam agama dan kepercayaan di alam ini, namun dari semua itu yang utama adalah membersikan hati ini.
Karena dari seluruh persembahan padaNYa, tidak ada satupun yang bisa melebihi keindahan hati yang bersih nan ikhlas.