MENGURANGI ASUMSI DAN PENGHAKIMAN.
Dengan status tersangka ia menemui saya kemarin.
Sebelumnya kami, para sahabatnya, menduga dan menyimpulkan apa yang terjadi, mendiskusikan nasibnya, dan menganalisa, atau lebih tepatnya meramal apa yang akan terjadi.
Bersahabat karib belasan tahun dengannya, menyaksikan ia melewati berbagai tanjakan dan lembah membuat saya saya tidak terlalu khawatir dengan kondisinya, terdengar berbeda dengan sahabat lain apalagi teman yang sekedar mengenal dan hanya tahu melalui media yang memblow up kasusnya.
Kehadiran dan cerita yang disampaikan mengusik saya untuk menelisik pendapat atau komentar orang pada berita tentang saya yang sampaikan oleh BBC Indonesia, bukan di facebook saya, melainkan fb BBC Indonesia.
Disana jauh lebih 'Seru' ada banyak komentar runcing dan komentar yang dikomentarin.
Terbalik dengan yang ada di timeline saya, yang cenderung senada dan lembut.
Sama sekali saya tidak keberatan dengan kedua sisi yang berseberangan itu, sepenuhnya saya bisa mengerti mereka yang mengkritik dan memuji, dimana keduanya tidak ada hubungannya dengan siapa diri saya.
Dua peristiwa 24 jam terakhir ini membawa pemahaman lebih jauh tentang perlunya kita terus bersikap terbuka, belajar lebih luas, sekaligus melihat lebih dalam, dan yg paling penting mengurangi penghakiman.
Kemarin sekilas saya membaca headline berita online, seorang menteri menyatakan kesedihannya karena banyaknya orang yang menghakimi tanpa data, bahkan tanpa tau apapun persoalannya.
Inilah jaman dimana dengan bermodal celah yang bernama media yang terkekang sempitnya ruang penjabaran, terdistorsi kemampuan bahasa mengungkap rasa dan tersaring kepentingan pembuat berita, seseorang merasa dirinya paling benar.
Teringat peristiwa 11 tahun lalu ketika saya dan Kartika berbulan-bulan terpenjara di sebuah rumah penuh sorotan kamera dan disiarkan dalam acara Penghuni Terakhir.
Keluar dari rumah tersebut saya penasaran dan menyempatkan waktu membaca postingannya di forum-forum yang mendebatkan acara tersebut, hasilnya, saya tertawa geli, karena pertarungan diluar ternyata lebih heboh daripada apa yang sedang dihebohkan di dalam.
Analisanya canggih-canggih, sampai saya tidak mengerti, padahal tulisan itu sedang menganalisa diri saya.
Kita, terutama diri saya, sangat perlu belajar mengurangi asumsi dan penghakiman.
Berkurangnya penghakiman berimbas berkurangnya pula gejolak emosi di dalam.
Dan berkurangnya gejolak emosi adalah tanda terbitnya kebahagiaan.