Makan Sederhana
Mungkin karena acaranya bernuansa kesehatan, begitu banyak orang yang menawarkan makanan dari sarapan pagi, snack dan makan siang.
"Maaf saya vegan" jawab saya,
"Trus makannya apa aja biasanya?" tanya orang-orang itu,
"Kalau pagi makannya buah dan sayur mentah, sekarang ini di tas saya ada banyak buah"
, saya menjelaskan bahwa 50% makan saya adalah mentah (tanpa proses) dan juga anak saya mungkin sekitar 70 % makannya buah dan sayur
.
Ada yang menimpali, "Lho bukan 4 sehat 5 sempurna?", banyak juga yang bertanya "Trus sumber proteinnya dari mana?" .
Walaupun di sekolah-sekolah masih banyak Guru yang mengajarkan 4 sehat 5 sempurna (4s5s), namun 4s5s ini sekitar 20 tahun lalu telah diganti menjadi Pedoman Gizi Seimbang (PGS) oleh departemen kesehatan.
'Basic Four' cikal bakal terbentuknya 4s5 telah menyebabkan begitu banyak masalah dalam kesehatan dunia, terbukti bahwa banyaknya penyakit dan kematian diakibatkan oleh pola makan.
Pedoman Gizi seimbang ini bentuknya seperti tumpeng, di luar negeri terkenal dengan nama Food Pyramid, dan kemudian saat ini para ahli lebih mempopoulerkan apa yang di sebut food plate.
Bila kita membandingkan dari 4s5s menuju PGS dan food plate maka kita akan melihat bahwa porsi buah dan sayur semakin menjadi prioritas sementara protein terutama protein hewani semakin dikurangi jumlahnya, bahkan di dalam foodplate dari Harvard Medical School, susu sudah tidak menempati tahtanya yang selama ini disebut sebagai 'Sang penyempurna'.
kebutuhan protein kita sebenarnya tidak seeheboh yang diberitakan di iklan-iklan, menurut sahabat juga Guru saya dibidang Gizi, DR Susianto yang dikenal juga sebagai Doktor Tempe, melalui riset nya mengatakan bahwa dua buah tempe ukuran kotak korek api telah mencukupi kebutuhan protein manusia dalam sehari.
Saya sering joking dengan fakta yang mengatakan bahwa sapi, kuda, gajah bahkan gorila sekalipun mempunyai badan yang besar dan otot yang kuat hanya dengan makan rumput atau daun.
"Iya itu kan binatang, mungkin aja badannya besar bagaimana dengan otaknya?"
biasanya pertanyaan ini mampir kalau saya memberikan analogi diatas.
Saya ingat sekali, saya pernah terusik ketenangan hati saya mendengar bahwa Departemen Pertanian Indonesia mengimpor daging sapi dari luar negeri dengan dasar penelitian bahwa IQ bangsa Indonesia berada dibawah rata-rata sehingga untuk menaikan IQ diperlukan protein hewani.
IQ lebih berhubungan dengan pendidikan, bagaimana ortu, Guru, dan lingkungan sosial menstimulus kerja otak, mengajak anak/seseorang berpikir bukan sekedar menghafal.
Saya bukan mengatakan bahwa nutrisi tidak ada pengaruhnya, namun kalau kita tetap meyakini bahwa protein sebagai salah satu sumber pembentuk kepinteran, maka carilah yang terbaik.
Penelitian-penelitian terbaru menunjukan bahwa mutu proterin nabati tenyata diatas protein hewani, hasil yang berkebalikan dari apa yang kita percaya sebelumnya.
Kalau masih ragu lihatlah manusia-manusia istimewa seperti Leonardo Da vinci, Albert Einstein, Plato, Socrates, Newton, Gandhi, Martina Narvatilova, Steve Jobs dan ratusan lainnya yang menerapkan pola makan nabati, sementara disisi lain para pendiri juga cendekiawan bangsa ini juga para tokoh-tokoh yang sedang bersinar saat ini, beberapa puluh tahun lalu, sewaktu kecil pasti mempunyai pola makan yang lebih sederhana daripada kebanyakan kita semua saat ini.
Dan, lepas dari nutrisi yang terkandung, hal penting yang sering lupa dibahas adalah bagaimana kita melahapnya, apakah dengan pikiran yang tenang atau dengan kecemasan masa depan, dengan menatap makanan atau membaca di layar smartphone, semoga ini menjadi bahasan di status berikutnya.
Selamat menjadi lebih sederhana, lebih sehat dan lebih bahagia.