Magic Teaching
Sejak 5 tahun lalu saya merancang sebuah pelatihan untuk para Guru, baik Sekolah dasar maupun menegah, pelatihan ini saya beri nama Magic Teaching.
Beraninya saya berbagi pada bapak dan Ibu Guru, bukan karena saya mempunyai gelar sarjana pendidikan, saya bahkan tidak lulus S1.
Ada 3 pengalaman penting dalam hidup yang mengantar saya berbagi dengan puluhan ribu Guru dari 33 propinsi di Indonesia selama 5 tahun ini.
Semasa sekolah dasar dan menengah saya mendapat label sebagai murid termalas, hampir tidak pernah saya menghadiri kelas dari senin sampai sabtu secara penuh. bagi saya sekolah adalah penjara.
Saya tidak suka suasananya, apalagi Guru-Gurunya.
Sewaktu kuliah ada seorang Dosen yang menerangkan pelajarannya dengan sangat menarik, sangking menariknya saya masih ingat apa yang diajarkan sampai sekarang. Padahal pelajaran yg dibawakan bukan pelajaran favorite dan gampang dikerjakan.
Saya begitu terkesan dan berandai-andai jika semua Guru-Guruku terdahulu semenarik Dia.
Disitu saya mengambil kesimpulan bahwa tidak ada yang namanya pelajaran yang membosankan, tapi banyak Guru yang ........ ( jawab dalam hati saja ya :) )Ketika saya bergabung dengan sebuah komunitas sosial yang pada saat itu baru saja mendapat bantuan miliardan rupiah untuk membangun gedung sekolah di Aceh dan Nias pasca tsunami beberapa tahun yang lalu.
Saya bertanya, apakah ada pembagian dana untuk pelatihan Guru? dan jawabannya, "Ini semua hanya untuk gedung" membangun sarana fisik memang perlu, namun menurut saya jauh lebih penting adalah membangun soft skill.
Saya teringat India dimana saat ini kualitas pendidikannya boleh disejajarkan dengan negara maju, di sana masih banyak tempat dimana anak-anak duduk berkumpul dibawah pohon rindang dan seorang berdiri di dekat batang dengan kapur tulis.
Tempat itu di sebut sekolah.
Sebaliknya bila semua fasilitas tersedia namun guru tidak hadir disana, maka kita tidak bisa menyebutnya sekolah.Saat saya membaca cerita ini, Setelah hancurnya kota Hirosima dan Nagasaki oleh bom atom, Kaisar Jepang memerintahkan perdana menteri dan seluruh jajarannya untuk berkumpul.
Yang menarik dari rapat mendadak ini adalah pertanyaan pertama yang Kaisar ajukan. Kaisar tidak bertanya berapa prajurit yang tersisa, atau berapa uang yang masih kita punya, atau bahkan berapa penduduk yang meninggal? Yang Kaisar tanyakan kepada semua pengelola negara adalah “Berapa Guru yang masih kita miliki??”.
Luar biasa… Kaisar sangat mengerti, bahwa kualitas suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas pendidiknya.
Maaf saya tidak bisa meneruskan cerita ini karena sudah dipanggil untuk boarding bila ada yang ingin membaca proposal lengkap pelatihan ini silakan mampir ke halaman lain di website ini.