Saya terus menunda menulis tentang garam, padahal saya telah menjanjikan pada tulisan sebelumnya.

Sekarang saya baru tahu jawabanya, bahwa saya akan lebih bisa bercerita lebih banyak tentang garam setelah siang tadi menengok petani garam di Kusamba, tempat yang sangat terkenal dengan hasil garam laut alaminya yang diolah turun temurun dengan cara yang sama.

Lebih dari 8 tahun yang lalu saya mulai akrab dengan garam, awalnya dikenalkan oleh seorang dokter, akupunturis juga pelatih Tai Chi yang saya hormati.

Saya mengeluh tentang tangan saya yang terkelupas hebat tanpa sebab dan semakin menjadi ketika bersentuhan dengan kimia termasuk sabun dan shampoo.

Sebelumya banyak dokter yang memberikan resep berupa saleb dan obat telan yang ujungnya tidak pernah tertebus, sementara Dr. Hendri Widjaja malah mengatakan bahwa dirinya tidak menggunakan sabun, melainkan garam.

Jawaban yang dibarengi penjelasannya bagaikan magnet yang menarik kumpulan pengetahuan yang terpencar dikepala ini, semuanya menyatu klop menjadi alasan yang kuat untuk segera berubah dan berbenah.

Ketika ia menerangkan bahwa garam adalah antiseptik yang mengusir bakteri, ingatan saya meloncat pada penjelasan Dr. Oz yang terkenal itu "Jika Anda menggunakan sabun ada 5000 bakteri jahat yang mati namun disertai 50.000 bakteri yang menguntungkan juga lenyap, sementara dengan garam, hanya bakteri yang tak menguntungkan saja yang lenyap"

Anda mungkin pernah mendengar jenis terapi dengan cara berendam di air laut mati dimana kadar garamnya sangat tinggi.

Seorang teman pernah bercerita pengalaman atau lebih tepatnya keajaiban yang terjadi ketika menyaksikan istrinya di Mount Elizabeth Hospital yang dibopong masuk berendam ke air laut mati dan tak lama kemudian bangkit sendiri dengan segar.

Mandi di laut oleh banyak suku juga dipercaya sebagai penetralisir dari energi negatif, ini mengingatkan saya dengan kepercayaan di Jawa yang menaburkan garam didepan rumah untuk menghalangi energi negatif datang.

Di Bali sendiri Laut dipercayai sebagai tempat suci, makanya banyak upacara berlabuh di laut.

Seperti tadi sewaktu saya mengunjungi Kusamba, begitu banyak iring-iringan manusia dengan pakaian adat putih yang mempesona.

Namun disisi lain, baru kali ini saya hampir menyerah melewati hamparan pasir yang diterjang matahari menyengat jam 1 siang.

Sejak saya memutuskan melepas alas kaki tiga tahun lalu ini adalah pengalaman rasa terpanas.

Namun saya tetap bertahan karena melihat semangat para petani garam yang tetap menyisir pasir setengah mendidih itu walau dengan wajah yang kuyu.

Seorang ibu yang telah lansia dengan senyum diantara kerutan wajahnya menjelaskan dengan terpotong-potong proses pembuatan garam yang jauh daripada yang saya bayangkan.

Tadinya saya membayangkan bahwa proses pembuatan garam adalah dengan memanaskan air laut diterik matahari seperti yang dikatakan guru di sekolah.

Ia juga menjelaskan perbedaan dengan apa yang dilakukan petani ditempat lain seperti di Madura misalnya, walau saya tidak mengerti dengan jelas apa yang ia gambarkan namun saya merasakan ketulusan penjelasannya yang bukan semata untuk 'Menjual' dagangannya.

Garam natural alami mungkin tidak mengandung yodium namun ia sangat kaya mineral lainnya, jumlahnya bisa puluhan kali dibanding garam-garam yang sudah diproses apalagi diputihkan.

Rasa asin yang dihasilkan juga berbeda, sehingga penggunaannya pun lebih hemat.

Untuk mandi Anda bisa menghaluskan dengan grinder lalu diusapkan seperti menggunakan sabun atau dilarutkan pada air terlebih dahulu.

Saran saya gunakan seminggu dua kali saja karena garam mengangkat kulit mati makanya kita perlu membiarkan kulit untuk bertumbuh lagi sebelum terkena scrub lagi.

Saya menggunakan setiap pagi untuk berkumur setelah oil pulling (apa itu oil pulling, penjelasannya ada pada tulisan sebelumnya)

Saya merasa beruntung kenal akrab dengan garam, selain saya mempunyai alternatif pengganti pembersih tubuh dan tangan, saya juga tidak lagi merasa bersalah pada ibu pertiwi seperti bila saya menggunakan sabun yang meracuni tanah.

Apalagi setelah melihat kondisi petani dan beratnya cara proses, semakin diri ini menghargai kegunaan garam.

Dan tentu keinginan semoga semakin banyak orang yang beralih menuju hidup yag lebih bermartabat yaitu lebih alami sambil memberdayakan mereka yang memang sangat memerlukan dukungan kita semua.