Tidak ada rengekan, tak ada tangisan, sebaliknya ia dengan santainya mengatakan "Tidak apa-apa, tidak apa-apa".

Sejak kecil ia mengagumi pisau, kami memilih mengatakan "Hati-hati" tanpa menambah dengan kalimat yang menakut-nakuti atau bayangan tentang bahayanya pisau.

Saya selalu ingat seorang sahabat yang susah sekali mengupas atau memotong sesuatu dengan pisau, dan itu bukan karena trauma pernah terkena pisau namun doktrin kuat ortu nya tentang bahayanya pisau.

Sebagai orang tua kami berusaha menjadi fasilitas pembelajar bagi anak kami bukan sebagai fasilitas pelindung, kami berusaha meningkatkan kemampuan anak melalui pengalaman, dan tidak jarang pengalaman yang tidak nyaman.

Lewat pengalaman jatuh, tercebur, kejepit, kena penggorengan panas Rigpa belajar banyak hal.

Ketika ia jatuh "Tidak apa-apa Nak, inilah kehidupan kapan kita naik tinggi, terkadang kita jatuh"

Tatkala ia membantu memasak dan terkena panci panas ia pun belajar konsekwensi.

Begitupula disaat sedih berkunjung, kami tidak menghiburnya melainkan meminta ia untuk memeluk rasa tidak nyaman itu.

"Kemarin Rigpa senang, hari ini sedih, inilah kehidupan, kita perlu belajar untuk menerima kedua rasa itu"

Makanya kemarin kami tidak kaget ketika ia mengatakan "Tidak apa-apa" lalu ia memandangi dengan setengah heran pada darah yang keluar dari jarinya.

Sebuah pelajaran baru yang indah tentunya.